Senin, 31 Oktober 2016
Minggu, 30 Oktober 2016
MARAKKO TAJENG
Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan, ternyata berlaku bagi teman teman di" MATOA " warkop yang biasanya di jadikan tempat berkumpul untuk berangkat menjadi saksi kegalaun mereka. sehingga banyak ekspresi yang liar hadir di sela sela kebosanan
jejak II
Rombongan meneruskan perjalan kerute Utara Kabupaten Wajo yaitu kawasan Palloro kecamatan Tanasitolo dan Puang Massora di Kecamatan Maniangpajo
kalau lagi chat.....capek bukan masalah
Jejak 1
Perjalanan
teman teman “ MATOA “ dalam menelusuri jejak jejak sejarah
tentunya banyak memberikan pengalaman baru dalam kehidupan ini. Suka dan duka
hadir menyemarakkan Susana kebersamaan tersebut. Ruang hidup yang
penuh kelucuan selalu menemani ritual ini. di bawah ini adalah gambar yang lucu
hasil tangkapan kamera
Jumat, 28 Oktober 2016
RITUAL PERNIKAHAN
Nilai-nilai kehidupan yang diyakini suatu masyarakat tidak terlepas
dari kebudayaan yang dianut dan dikembangkan dari kehidupan sehai-hari.Demikian pula yang terjadi dalam
pranata kebudayaan Bugis. Dalam pandangan budaya Bugis, hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan
magis dan mistis suatu budaya tidak
dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan
dan sistem sosial budaya masyarakat
Kamis, 27 Oktober 2016
Rabu, 26 Oktober 2016
Selasa, 25 Oktober 2016
Komunitas “ MATOA “
Lahir sebagai bentuk kepedulian terhadap
persoalan social budaya masyarakat Wajo, berawal dari kegiatan diskusi kecil
yang dilakukan di warung kopi tentang bagaimana kehidupan social budaya
masyarakat Wajo dulu sekarang dan di masa yang akan datang
SEJARAH TERPENDAM KERAJAAN WAJO
OLEH
ANDI ZAINAL ABIDIN FARID
Ini merupakan Pengantar Tulisan lahirnya buku Sejarah Wajo
pada abad XV dan XVI yang telah diujikan untuk memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu
Sastra bidang Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia pada Tahun 1979 )
EDITOR
D.Suhardiman Sunusi
SEKILAS TENTANG WAJO
Editor
D.Suhardiman Sunusi
Wajo berarti bayangan atau bayang-bayang
(wajo-wajo). Kata Wajo dipergunakan sebagai identitas masyarakat sekitar 600
tahun yang lalu yang menunjukkan kawasan merdeka dan berdaulat dari
kerajaan-kerajaan besar pada saat itu.
Di bawah bayang-bayang (wajo-wajo, bahasa Bugis,
artinya pohon bajo) diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat dan
bersepakat membentuk Kerajaan Wajo. Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat
yang bernama Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo. Wajo adalah
sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to manurung sebagaimana
kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan pada umumnya. Tipe Kerajaan Wajo bukanlah
feodal murni, tetapi kerajaan elektif atau demokrasi terbatas.
Senin, 24 Oktober 2016
Langganan:
Postingan (Atom)