OLEH
ANDI ZAINAL ABIDIN FARID
Ini merupakan Pengantar Tulisan lahirnya buku Sejarah Wajo
pada abad XV dan XVI yang telah diujikan untuk memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu
Sastra bidang Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia pada Tahun 1979 )
EDITOR
D.Suhardiman Sunusi
ORANG - ORANG
WAJO' ITU BEBAS,
BEBAS SEJAK DILAHIRKAN
,
NEGERILAH
YANG ABDI DAN
HANYA ADAT
BERDASARKAN PERSETUJUAN MEREKA YANG DIPERTUAN".
LA TIRINGENG
TO TABA'
negarawan
kerajaan Wajo'
pada abad XV
Tulisan ini bermaksud untuk tetap melestarikan sejarah
tentang bagian permulaan sejarah Wajo'
yang terpendam di dalam sebuah salinan lontara yaitu kronik sejarah Wajo' yang
aslinya telah disusun oleh Andi Makkaraka, bekas Ranreng Bettempola Wajo sebelum Perang Dunia II, yang oleh beliau
disebut Lontara' Sukku,na Wajo (kronik sejarah lengkap Wajo) yang
oleh Haji Andi Mallanti, Andi' Paramata, Andi Pabarangi, Haji Andi oddang
Karaéng Ladua dan Andi Tahir Hamid, SH dinilai sebagai lontara yang paling lengkap isinya di antara sekian banyak lontara di Sulawesi Selatan dan di Leiden Belanda.
Keaadaan masyarakat di Sulawesi Selatan umumnya dan di Wàjo pada
khususnya menurut penilaian Tobing pada tahun 1963 adalah jauh berbeda
dengan gambaran löntra
padà masa silam. Tidak berkembangnya nilai kebudayaan abad XV
dan XVI yang cukup tinggi itu dan terjadinya cultural lag disebabkan
antara lain oleh perang antar
kerajaan, perang saudara, serta perang melawan Belanda dan Inggeris sejak abad XVII. Selain dari itu, masyarakat Sulawesi Selatan yang berdasarkan prestise dan penuh dengan pertentangan yang tidak sehat
seperti digambarkan oleh Chabot; Korn Husain Ibrahim Barbara
Harvey; tidaklah dapat diharapkan berprestasi ilmiah
seperti yang pernah diberikan oleh negarawan dan Cendekiawan terkenal pada
zaman mereka, misalnya La Taddampare Puangrimaggalatung, To Ciung Maccaé' ri
Luwu, Arung Bila, La Pagala Néné' Nallomo, La Mellong Kajao ri Lali'dong, La
Patello Amanna Gappa, I Mangadaciria Dae'ng Si taba Karaéng Pattingalloang dan Karaeng Karunrung.
Pengungkapan sejarah masa lampau dapat berfungsi untuk
mengembalikan kepercayaan diri
orang-orang Sulawesi Selatan yang diperlukan dalam masa otonomi daerah pada
saat sekarang ini
Suatu bangsa yang kurang méhgenal sejarahnya tidak dapat
diharapkan untuk menemukan dan menciptakan kepribadiannya. Selanjutnya, sejarah
juga bertujuan untuk memahami dan memperbaiki kesalahan nenék moyang, yang
menurut Sultan Abdul Jalil, Raja Gowa ( 1677 - 1709 ) merupakan suatu kebajikan
kerajaan Wajo' adalah unik di Sulawesi Selatan khususnya di
Indonesia pada umumnya pada abad XV dan XVI,-antara lain ka rena pemerintahan
di tingkat pusat diselengga!akan oleh suatu dewan yang cukup besar jumlah anggotanya, di mana to Wajo (orang-orang Wajo') dapat ikut secara tidak langsung mempengaruhi
jalannya pemerintahan dan telah dikenalnya häk hak kebebasan.
James Brooke pada waktu mengunjungi Wajo' pada tahun 1840
menyaksikan betapa telah merosotnya lembaga-lembaga pemerintahan dan
nilai-nilai kebudayaan pada umumnya. Beberapa jabatan kerajaan lowong, antara
lain arung
matoa, yang meru pakan
primus intes.~ares
di antara anggota-anggota dewan pemerintah
pusat yang beranggotakan 40 orang yang disebut arung Patappulo. Menurut James Brooke, Arung matoa dipilih oleh enam orang pejabat di
antaranya tiga orang pejabat militèr, sedang pada abad XV- XVI menurut salinan
Lontara' Sukku'na Wajo' (yang selanjutnya disingkat dengan LSW), ia dipilih
oleh tiga orang Ranreng
dan tiga orang baté lompo
setelah lebih dahulu mendengar pendapat 30 orang arung ma'bicara
dan barangkali juga para punggawa· ina tau yang mewakili tiga daerah inti yang
disebut limpo
Watak Orang-orang Wajo'
Dahulu Kala.
Karena watak orang ikut menentukan·sifat dan cara penulisan
sejarah, maka ada baiknya mengemukakan watak dan sifat orang~orang Wajo'. Penilaiannya, pengarang serahkan kepada orang-orang
asing, karena ada peribahasa Bugis yang menyatakan, bahwa tidak ada orang Yang membiarkan garamnya ditimpa hujan (= tidak ada orang
yang tikan menceritakan kejelekan diri atau golongannya).
Jugà watak dan sifat orang-orang Wajo' adalàh unik, karena
mereka mencintai kebebasan, bersikap ,terbuka dan teguh memegang janji. Hal itu telah dilukiskan oleh Matthes dan
Emanuel.
Setelah kerajaan Bone dikalahkan oleh kerajaan Gowa yang dibantu
oleh kerajaan-kerajaan Wajo' dan Luwu' pada pertempuran di Passe,mpe' pada
tahun 1644, maka para tawanan perang dibagi oleh ketiga kerajaan tersebut.
Sekalipun belum cukup dua tahun Arung Matoa Wajo' bernama La Isigajang To Bunné
ditetak kepalanya oleh pasukan Raja Boné yang bernama La Ma'daremmeng, namun
orang-orang Wajo yang ikut menang itu tidaklah mendendam. Arung Matoa La
Makkaraka To Patemmui meminta kepada Gowa dan Luwu agar memerdekakan
orang-orang Bone yang tertawan. Pada kesempatan itu orang-orang Wajo' melakukan
suatu tindakan simbolik yang unik dan asli, yaitu Arung Matoa menyuruh gantung
kurungan ayam jantan di atas kepala orang-orang Boné yang dikumpulkan di suatu
padang, Tindakan tersebut bermakna, bahwa semua tawanan itu dibebaskan dan
diajak untuk menjadi Ayam-ayam jantan yang perkasa. Sikap orang-orang Wajo'
tersebut membuktikan pula, bahwa mereka berpegang teguh pada perjanjian antara
tïga kerajaan: Bone, Soppeng
dan Wajo' yang telah diadakan pada tahun 1582 di Timurung, yang
dinamakan perjanjian Tollumpoccó' (Tiga Besar ).
Pada tahun 1670 ketika Tosora, pusat kerajaan Wajo dihancurkan
oleh La Tenritatta' To Unru Daéng sérang bergelar Arung Palakka dan
sekutu-sekutunya, maka banyaklah orang-orang Wajo'meninggalkan negeri mereka.
Mulai saat itulah banyak orang-orang Wajo' yang mulai berdagang dan berlayar ke Jawa, Bima, Sumbawa, Kalimantan, Malaka, Fatani,
Kamboja dan lain-lain.
Dalam hubungan ini Matthes menyatakan sebagai berikut
Want terwijl het onder de Inlanders
gewoonlijk' heet, dat de Bonier een geboren landbouwer, vooral · een bewerker
van tuinen is, de Soppenger door niets zo zeer.: uitmunt dan door stelen en
rooven, de , Gewarees het liefst de kost op het slagveld verdien heeft de Wadjorees de
reputatie van onverschrokken zeeman, van trouw en eerlijk handelaar, Bovendien
wordt het door zijn eigen instellingen gestaafd, dateen door noeste vlijt
verdiend fortuin in zijn oogen meer waarde heeft, dan aanzien en geboorte
Sekalipun apa yang dikemukakan Matthes tidak seluruhnya benar,
namun tidak dapat disangkal,bahwa orang-orang Wajo' adalah entreprenurs_yang ulet di bidang usaha niaga. Bukan saja sifat-sifat demikian
dimiliki oleh mereka, tetapi mereka juga gemar mempelajari ilmu pengetahuan dan
menciptakan karya ilmiah, Misalnya La Patello'Amanna Gappa telah
menyusun hukum pelayaran dan perdagangan pada tahun 1676 Pada masa pemerintahan
Arung Matoa La Salewangeng To Tenrirua (1713- 1736), La Tiringang Daeng
Mangapasa' berhasil membentuk sejenis bank koperasi" untuk meminjamkàn
modal kepada para pedagang yang berdagang ke Jawa, Sumatera, Malaka, Kamboja; dengan jaminan harta si peminjam.
Beberapa sifat-sifat orang-orang Wajo' yang dilukiskan oleh orang~oràng
asing tersebut yang sesuai dengan lontara telah pudar pada waktu
James Brooke mengunjungi Wajo
Di masa itu jabatan arung matoa lowong selama enam tahun,
sehingga tidak ada pejabat yang berwibawa yang mampu memberantas perbuatan
sewenang-wenang kaum bangsawan. Juga beberapa ánggota Council or Chamber of forty arungs lowong. Selain dari itu, Wajo,Soppéng,Boné dan Belanda terlibat
dalam perang saûdara antara La Panguriseng dèngan saudara seayahnya bernamä La Patongai Datu Lompulle' yang memprebutkan takhta di kerajaan
Sidénréng, Namun James Brooke masih mendapati sisa-sisa sikap yang unik itu.
Tiga orang Punggawa yang disebutnya tribune of The people, menyatakan dengan bangga kepadanya, bahwa hanya mereka yang
berwenang memanggil Council of forty arungs untuk bersidang dan mereka
mempunyai hak veto terhadap pengangkatan matoa serta hanya merekalah yang
berhak memanggil orang-orang Wajo' untuk pergi ke medan perang.
James Brooke masih berkesimpulan sebagai berikut :
Our judgment,
however of their faults must be mild, when·we consider that, amid all the
nations.of the East, amid all the people professing the Mahometan religion,
from Turkey to China the Bugis alone have arrived of recognized rights and have
alone emancipated themselves from the fetters of despotism.
...We cannot
fail to admire in these infant institution the glimmer of elective government,
the acknowledged rights of citizenship and the liberal spirit, which has never
placed a single restrietion upon foreign er damestic commerce.
That a people
advanced to this point would gradualy progress if left to themselves and
uncontaminted, and unoppressed, there is every reason to believe; and in the
decline of their circumstances, and the decay of their public institutions, we
may trace the evil of influence of European domination.
Setelah kunjungan James Brooke tersebut, Wajo' dilanda perang
saudara antara La Gau' dengan sepupunya bernama La Mangkona' Petta Pajumpongaé
dalam memperebutkan jabatan ranreng bentteng pola serta Arung Peneki dengan La Mangkona tentang
perbatasan wanua Peneki
dan penrang
Di masa itu perampokan merajalela dan anggota-anggota dewan
pemerintah pusat yang disebut petta ennengnge' (tuan kita yang enam) sama
meninggalkan pusat kerajaant Tosara. Arung Matoa Wajo' La Cincing Akil Ali Karaeng Mangeppe (1859 - 1883) telah lama berdiam di Pare-Pare.
Keadaan ini tambah parah setelah La Koro Arung Padalimenjadi Arung Matoa Wajo'
dan menggelar dirinya Batara Wajo' (1885-1891) yang memerintah seperti raja-raja lain di Sulawesi Selatan bertentangan dengan
konstitusi Wajo yang lahir pada abad XV, Kemudian timbul lagi perang saudara
antara Ranreng Bettempola dan,Ranreng Tuwa We Palettei dalam pencalonan Arung matoa.
Pada tahun
1905 Wajo' bersama dengen beberapa kerajaan lain ditaklukkan
oleh Belanda. Penguasa Belanda menghapuskan lembaga tertinggi kerajaan yang
disebut arung, FatappuloE (dewan pemangku ke daulatan yang beranggotakan 40
orang) dengan menghapuskan jabatan 30 orang arung mabbiacara yang mewakili tiga buah daerah yar1g disebut limpo dan tiga
orang suro _palléle
toana(suruhan atau duta resmi) yang juga barasal
dari daerah memberikan kekuasaan besar kepada Arung Matoa sebagai
penguasa tunggal seperti di kerajaan-kerajaan lain di Indonesia dan menjadikan Ranreng dan bate
lompo sebagai pembantu~pembantu arung mayoa belaka.
Jabatan punggawa,yang dahulu dinamakan matoa, yaitu orang yang dituakan yang menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah. Dalam kenyataan
sehari-hari Arung
Matoa berada di bawah pemerintahan Controleur
Kemerosotan nilai kebudayaan tersebut bartambah lagi setelah
Jepang menjajah dengan tangan besi, disusul oleh revolusi kemerdekaan,
pemberontakan Darul Islam dan Permesta serta berkuasanya warlords ( Penulis
tidak akan menguraikan sebab kemerosotan nilai kebudayaan orang-orang Wajo'
seperti telah dilakukan oleh Tobing,tetapi hanya membatasi diri pada Sejarah
Wajo' pada abad XV-XVI berdasarkan salinan LSW, karena penulis tidak diizinkan
membaca aslinya.
Salah satu karangan yang paling baik dan lengkap mengenai
Sejarah Wajo' ialah disertasi Noorduyn berdasarkan terutama lontara'
yang ada di Leiden, Ujung Pandang, dan Jakarta.
Berdasarkan naskah yang diberi tanda E1(Djak Vt 127), E2 (Mak
185) yang merupakan salinan naskah yang sama (N. h. 24 dan 150) dan untuk
menyusun naskah yang menjadi lampiran disertasi tersebut, beliau menggunakan
naskah yang diberinya tanda G1 (Leid Cod Or 1923 V), c2 (Leid NBG 131) dan c1
(ft Leid A9 ) untuk bagian permulaan naskah yang disusunnya (N. h. 22, 23, 24,
150 dan 154). Untuk mempermudah menyusun karangan ini, penulis akan menggunakan
naskah dan terjemahannya tersebut yang akan dinamakan juga Kr sesuai dengan singkatan
yang diberikan o1eh beliau.
Sejarah Wajo pada abad XV dan XVI diuraikannya dari halaman 32
sampai dengan halaman 72 dan pada lampirannya dari halaman 154 sampai ha1aman
315 terdapat teks dan terjemahan Kr yang disertai cacatan kaki yang lengkap.
Karangan tersebut merupakan karya yang terbaik sampai saat ini.
Seandainya beliau menemukan dan menggunakan lontara' yang telah disusun oleh La
Sangaji Puanna La Sengngeng atau yang disusun kemba1i o1eh Andi' Makkaraka,penulis
yakin bahwa disertasi Noorduyn akan lebih lengkap.Disertasi tersebut berakhir
pada pemberitaan kematian La Madukelleng, Arung Singkang.
Kalau karangan Noorduyn bersifat ilmiah, maka karya Abdurrazak
Daeng Patunru' yang berjudul Sedjarah
Wadjo yang diterbitkan pada tahun 1964 ditulis secara popular. Keistimewaan
karangan ini, karena dikemukakannya pembentuk kerajaan Cinnottabi' yang.
bernama La Paukke', yang selama ini tidak atau kurang diketahui orang, Selanjutnya
penulis mengemukakan rumus perjanjian pemerintahan di Cinnottabi', Majauleng
dan Lapaddeppa.' disertai tafsir. Karangan tersebut berakhir pada peristiwa
pembentukan kecamatan-Kecamatan di Wajo' pada tahun 1961.
Menurut keterangan Abdu razak Daeng Patunru karangannya disusun dengan berpedoman pada lontara' kepunyaan Andi Makkaraka (
sayang sekali tidak disebut lontara yang mana, karena Andi Makkaraka
mempunyai beberapa lontara') disertasi Noorduyn dan catatan (bestursmemorie?)
yang dikumpulkan oleh beliau selama bertugas di Wajo' dari tahun 1929 sampai
tahun 1932 dan dari tahun 1933 sampai tahun 1938.
Karangan Andi' Paramata yang berjudul Lahirnya Tanah Wajo
sebenarnya bukanlah suatu lukisan tentang lahirnya Wajo. tetapi berisi cerita
masyarakat Lampulungeng yang mendahu1ui kerajaan Cinnottabi. Beliau juga mengemukakan bahwa karangannya
didasarkan pada Lontara Wajo'
kepunyaan Andi' Makkaraka, namun tidak disebut lontara' yang
mana.
Digunakannya perkataan penrang
beritu dan ma,bulum- pulungeng dalam karangan itu menimbulkan dugaan
safa, bahwa beliau mungkin menggunakan Lontara Sukkuna Wajo karya La Sangaji
Puanna La Sengngeng (1764-1767), yang mungkin menjadi benda yang dikeramatkan. Sebagai sekretaris pribadi dan sanak dari
Andi' Makkaraka, .Andi Paramata seorang ahli lontara' dan silsilah raja-raja,
beliau dipercayakan untuk mempelajari lontara' yang kini disimpan bersama dengan La Téakasi dan La Ula'balu, senjata peninggalan we Tadampali yang telah dijadikan onro sao (regalia) wangsa Béttempola.
Karena saya tidak diperkenankan mempelajari karya La Sangaji tersebut dan konon
hanya boleh dilihat oleh keluarga terdekat Andi Makkaraka, maka saya tidak
dapat mengetahui apakah dugaan saya tersebut diatas benar atau tidak. Yang
jelas, ialah bahwa LSW tidak mengenal istilah-istilah Penrang beritu dan ma'bulumpulungeng. Istilah yang dipergunakan oleh LSW
ialah aju battoa. mara.ja (h. 11) dan Pénrang baringeng ( h. 597) c fm LWHAS h.
62 .dan sipulu-pulung (h. lO)
Yang menarik perhatian ialah cerita tentang asal mula beberapa
perkampungan di masyarakat Lampulungeng dan Boli dan mula dikenalnya istilah
maradéka ( = merdeka, bebas) di sana.
Untuk melengkapi ketiga karangan tersebut di atas ,Penulis akan
menambahkan cerita tentang perjuangan La Ti,ringeng To. Taba', Arung Saotanré,
negarawan yang paling berjasa untuk
mewujudkan konsepsi kerajaan elektif di Indonesi pada Abad XV serta ungkapan beliau yang antara lain
berisi ajaran moral kepemimpinan yang menurut editor majalah Archipel masih
perlu diketahui pada masa kini,sebagai berikut :
Even if
history has shown that these principles have nat slways been respected, it is
worthwhila to make known to the western public a genuine, humanist tradition of
very high quality that arouse independent of all western influence.
Menurut hemat pengarang, bukan saja masyarakat Barat perlu
mengetahuinya, tetapi terutama orang-orang Wajo sendiri, oleh karena ia dapat mengembalikan rasa harga diri yang disebut siri', sebab Wajo'
yang dahulu terkenal karena lembaga-lembaga adatnya yang cukup demokratie,
telah dan sedang mengalami kemerosotan nilai-nilai kebudayaan, sebagaimana
telah dikemukakan oleh Tobing, sebagai berikut :
Bagaimana
dengan Wajo? Dapat dikatakan, bahwa keadaan sehari-hari di daerah tersebut
tidak sesuai dengan apa yang dapat dipelajari tentang struktur kébangsawanan
dan struktur masyarakat
dari buku-buku mereka.·Dengan demikian orang cenderung menarik
kesimpulan, bahwa batas antara raja dan kaum bangsawan di satu pihak dan rakyat
di lain pihak,yang mana digariskan di dalam pedoman struktur' masyarakat mereka
hanya merupakan tambahan saja yang pada. dasarnya tidak diterima oleh inti kebudyaan mereka •
Garis-garis
tersebut hanya merupakan teori saja,màsyarakat Wajo' pada umumnya dijiwai oleh
semangat yang demokratie yang menjadi motor atau penggeraknya. Dipandang dari
sudut ini daerah Wajo' merupakan unicum·atau kekecualian di Snlawesi Selatan
•••
Memadailah,
jikalau saya katakan, bahwa para raja dan bangsawan di daerah Bon( dan
Gowa lambat laun meninggalkan konstitusinya dan akhirnya memperoleh kekuasaan
penuh. Para kepala distrik yang berkuasa di daerahnya masing-masing lambat laun
digeser kedudukannya oleh para bangsawan yang mengakibatkan instansi Baté
Salapang dan Arung Pitué menjadi kehilangan pengaruh dengan segala
konsekwensinya. Lain sekali keadaannya di Wajo'. Walaupun usaha dari pihak raja
dan bangsawan di sana keras pula untuk memperoleh kekuasaan penuh, namun
usaha-usaha itu selalu mengalami kegagalan
Sejak dari
permulaannya rakyat turut aktip dalam penentuan hal-hal yang prinsipiil. Raja
mereka yang bergelar Arung Matoa ri Wajo' tidak pernah secara permanen berhasil
mengiliminir kekuasaan Arung Ennengnge. suatu Badan seperti di Boné Ade' Pitué
dan Baté Salapang di Gowa. Bersama-sama dengan Arung Ma,bicara, sebuah badan
perwakilan rakyat yang beranggotakan tiga puluh orang,Arung Ennengngé tetap
berhasil mempertahankan kekuasaannya
Daerah Wajo'
pernah ditaklukkan oleh Gowa beberapa lama wnktunya. Di sinilah terletak
rahäsia perbedaan antara teori dan praktak di dalam susunan.kebangsawanan
pada masyarakat Wajo• Akibat penaklukan itu, unsur feodalisme Gowa pun masuk di
Wajo', akan tetapi lamanya masa penaklukan itu tidak mencukupi untuk menanamkan
pengaruh tersebut secara mendalam ••• ·
Jacqline Lineton yang pernah mengadakan penelitian tentang
perantauan orang-orang Wajo pada tahun
1971 menarik kesimpulan yang mengejutkan, oleh karena orang-orang Wajo' yang dahulu terkenal ru~an hak-hak kebebasannya pada abad ke XV,
tiba-tiba pada abad ke XX ini dinyatakan sebagai yang paling kolot dan feodal
di Sulawesi Selatan,
Ia menarik kesimpulan sebagai berikut :
Migration -
itself a dynamic process ~ may act as a conservative influence within Wajo' society,
enabling continuance of an autoeratic political system The constant
emigration of the most politically am-bitioua and able individuals means that
the nobility remain unchallenged in their monopoly of all important government
offices. It is perhaps for this reaaan that Wajo' - the region with the longest
tradition of migration - is also renowned as the most conservative and faodal (feudal) of the daerah of South Sulawesi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar