Selasa, 25 Oktober 2016

SEJARAH TERPENDAM KERAJAAN WAJO



OLEH
ANDI ZAINAL ABIDIN FARID

Ini merupakan Pengantar Tulisan lahirnya buku Sejarah Wajo pada abad XV dan XVI yang  telah diujikan untuk memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Sastra bidang Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia pada Tahun 1979 )


EDITOR
D.Suhardiman Sunusi
                                                                                   






            ORANG - ORANG WAJO' ITU BEBAS,
BEBAS SEJAK DILAHIRKAN ,
NEGERILAH YANG ABDI DAN
HANYA ADAT BERDASARKAN PERSETUJUAN MEREKA YANG DIPERTUAN".

LA TIRINGENG TO TABA'
negarawan kerajaan Wajo'
pada abad XV



Tulisan ini bermaksud untuk tetap melestarikan sejarah tentang  bagian permulaan sejarah Wajo' yang terpendam di dalam sebuah salinan lontara yaitu kronik sejarah Wajo' yang aslinya telah disusun oleh Andi Makkaraka, bekas Ranreng Bettempola Wajo  sebelum Perang Dunia II, yang oleh beliau disebut Lontara' Sukku,na Wajo (kronik sejarah lengkap Wajo) yang oleh Haji Andi Mallanti, Andi' Paramata, Andi Pabarangi, Haji Andi oddang Karaéng Ladua dan Andi Tahir Hamid, SH dinilai sebagai lontara yang paling lengkap isinya di antara sekian banyak lontara di Sulawesi Selatan dan di Leiden Belanda. 

Keaadaan masyarakat di Sulawesi Selatan umumnya dan di Wàjo pada khususnya menurut penilaian Tobing pada tahun 1963 adalah jauh berbeda dengan gambaran löntra padà masa silam. Tidak berkembangnya nilai kebudayaan abad XV dan XVI yang cukup tinggi itu dan terjadinya cultural lag disebabkan antara lain oleh perang antar kerajaan, perang saudara, serta perang melawan Belanda dan Inggeris sejak abad XVII. Selain dari itu, masyarakat Sulawesi Selatan yang berdasarkan prestise dan penuh dengan pertentangan yang tidak sehat seperti digambarkan oleh Chabot; Korn Husain Ibrahim Barbara Harvey; tidaklah dapat diharapkan berprestasi ilmiah seperti yang pernah diberikan oleh negarawan dan Cendekiawan terkenal pada zaman mereka, misalnya La Taddampare Puangrimaggalatung, To Ciung Maccaé' ri Luwu, Arung Bila, La Pagala Néné' Nallomo, La Mellong Kajao ri Lali'dong, La Patello Amanna Gappa, I Mangadaciria Dae'ng Si taba Karaéng Pattingalloang dan Karaeng Karunrung.

Pengungkapan sejarah masa lampau dapat berfungsi untuk mengembalikan kepercayaan  diri orang-orang Sulawesi Selatan yang diperlukan dalam masa otonomi daerah pada saat sekarang ini

Suatu bangsa yang kurang méhgenal sejarahnya tidak dapat diharapkan untuk menemukan dan menciptakan kepribadiannya. Selanjutnya, sejarah juga bertujuan untuk memahami dan memperbaiki kesalahan nenék moyang, yang menurut Sultan Abdul Jalil, Raja Gowa ( 1677 - 1709 ) merupakan suatu kebajikan

kerajaan Wajo' adalah unik di Sulawesi Selatan khususnya di Indonesia pada umumnya pada abad XV dan XVI,-antara lain ka rena pemerintahan di tingkat pusat diselengga!akan oleh suatu dewan yang cukup besar jumlah anggotanya, di mana to Wajo (orang-orang Wajo') dapat ikut secara tidak langsung mempengaruhi jalannya pemerintahan dan telah dikenalnya häk hak kebebasan.

James Brooke pada waktu mengunjungi Wajo' pada tahun 1840 menyaksikan betapa telah merosotnya lembaga-lembaga pemerintahan dan nilai-nilai kebudayaan pada umumnya. Beberapa jabatan kerajaan lowong, antara lain arung matoa, yang meru  pakan primus intes.~ares di antara anggota-anggota dewan pemerintah pusat yang beranggotakan 40 orang yang disebut arung Patappulo. Menurut James Brooke, Arung matoa dipilih oleh enam orang pejabat di antaranya tiga orang pejabat militèr, sedang pada abad XV- XVI menurut salinan Lontara' Sukku'na Wajo' (yang selanjutnya disingkat dengan LSW), ia dipilih oleh tiga orang Ranreng dan tiga orang baté lompo

setelah lebih dahulu mendengar pendapat 30 orang arung ma'bicara dan barangkali juga para punggawa· ina tau yang mewakili tiga daerah inti yang disebut limpo

Watak Orang-orang Wajo' Dahulu Kala.

Karena watak orang ikut menentukan·sifat dan cara penulisan sejarah, maka ada baiknya mengemukakan watak dan sifat orang~orang Wajo'. Penilaiannya, pengarang serahkan kepada orang-orang asing, karena ada peribahasa Bugis yang menyatakan, bahwa tidak ada orang Yang membiarkan garamnya ditimpa hujan (= tidak ada orang yang tikan menceritakan kejelekan diri atau golongannya).

Jugà watak dan sifat orang-orang Wajo' adalàh unik, karena mereka mencintai kebebasan, bersikap ,terbuka dan teguh memegang janji. Hal itu telah dilukiskan oleh Matthes dan Emanuel.

Setelah kerajaan Bone dikalahkan oleh kerajaan Gowa yang dibantu oleh kerajaan-kerajaan Wajo' dan Luwu' pada pertempuran di Passe,mpe' pada tahun 1644, maka para tawanan perang dibagi oleh ketiga kerajaan tersebut. Sekalipun belum cukup dua tahun Arung Matoa Wajo' bernama La Isigajang To Bunné ditetak kepalanya oleh pasukan Raja Boné yang bernama La Ma'daremmeng, namun orang-orang Wajo yang ikut menang itu tidaklah mendendam. Arung Matoa La Makkaraka To Patemmui meminta kepada Gowa dan Luwu agar memerdekakan orang-orang Bone yang tertawan. Pada kesempatan itu orang-orang Wajo' melakukan suatu tindakan simbolik yang unik dan asli, yaitu Arung Matoa menyuruh gantung kurungan ayam jantan di atas kepala orang-orang Boné yang dikumpulkan di suatu padang, Tindakan tersebut bermakna, bahwa semua tawanan itu dibebaskan dan diajak untuk menjadi Ayam-ayam jantan yang perkasa. Sikap orang-orang Wajo' tersebut membuktikan pula, bahwa mereka berpegang teguh pada perjanjian antara tïga kerajaan: Bone, Soppeng dan Wajo' yang telah diadakan pada tahun 1582 di Timurung, yang dinamakan perjanjian Tollumpoccó' (Tiga Besar ).

Pada tahun 1670 ketika Tosora, pusat kerajaan Wajo dihancurkan oleh La Tenritatta' To Unru Daéng sérang bergelar Arung Palakka dan sekutu-sekutunya, maka banyaklah orang-orang Wajo'meninggalkan negeri mereka. Mulai saat itulah banyak orang-orang Wajo' yang mulai berdagang dan berlayar ke Jawa, Bima, Sumbawa, Kalimantan, Malaka, Fatani, Kamboja dan lain-lain.

Dalam hubungan ini Matthes menyatakan sebagai berikut

Want terwijl het onder de Inlanders gewoonlijk' heet, dat de Bonier een geboren landbouwer, vooral · een bewerker van tuinen is, de Soppenger door niets zo zeer.: uitmunt dan door stelen en rooven, de , Gewarees het liefst de kost op het slagveld verdien heeft de Wadjorees de reputatie van onverschrokken zeeman, van trouw en eerlijk handelaar, Bovendien wordt het door zijn eigen instellingen gestaafd, dateen door noeste vlijt verdiend fortuin in zijn oogen meer waarde heeft, dan aanzien en geboorte

Sekalipun apa yang dikemukakan Matthes tidak seluruhnya benar, namun tidak dapat disangkal,bahwa orang-orang Wajo' adalah entreprenurs_yang ulet di bidang usaha niaga. Bukan saja sifat-sifat demikian dimiliki oleh mereka, tetapi mereka juga gemar mempelajari ilmu pengetahuan dan menciptakan karya ilmiah, Misalnya La Patello'Amanna Gappa telah menyusun hukum pelayaran dan perdagangan pada tahun 1676 Pada masa pemerintahan Arung Matoa La Salewangeng To Tenrirua (1713- 1736), La Tiringang Daeng Mangapasa' berhasil membentuk sejenis bank koperasi" untuk meminjamkàn modal kepada para pedagang yang berdagang ke Jawa, Sumatera, Malaka, Kamboja;  dengan jaminan harta si peminjam.

Beberapa sifat-sifat orang-orang Wajo' yang dilukiskan oleh orang~oràng asing tersebut yang sesuai dengan lontara telah pudar pada waktu James Brooke mengunjungi Wajo

Di masa itu jabatan arung matoa lowong selama enam tahun, sehingga tidak ada pejabat yang berwibawa yang mampu memberantas perbuatan sewenang-wenang kaum bangsawan. Juga beberapa ánggota Council or Chamber of forty arungs lowong. Selain dari itu, Wajo,Soppéng,Boné dan Belanda terlibat dalam perang saûdara antara La Panguriseng dèngan saudara seayahnya bernamä La Patongai Datu Lompulle' yang memprebutkan takhta di kerajaan Sidénréng, Namun James Brooke masih mendapati sisa-sisa sikap yang unik itu.

Tiga orang Punggawa yang disebutnya tribune of The people, menyatakan dengan bangga kepadanya, bahwa hanya mereka yang berwenang memanggil Council of forty arungs untuk bersidang dan mereka mempunyai hak veto terhadap pengangkatan matoa serta hanya merekalah yang berhak memanggil orang-orang Wajo' untuk pergi ke medan perang.

James Brooke masih berkesimpulan sebagai berikut :

Our judgment, however of their faults must be mild, when·we consider that, amid all the nations.of the East, amid all the people professing the Mahometan religion, from Turkey to China the Bugis alone have arrived of recognized rights and have alone emancipated themselves from the fetters of despotism.

...We cannot fail to admire in these infant institution the glimmer of elective government, the acknowledged rights of citizenship and the liberal spirit, which has never placed a single restrietion upon foreign er damestic commerce.

That a people advanced to this point would gradualy progress if left to themselves and uncontaminted, and unoppressed, there is every reason to believe; and in the decline of their circumstances, and the decay of their public institutions, we may trace the evil of influence of European domination.

Setelah kunjungan James Brooke tersebut, Wajo' dilanda perang saudara antara La Gau' dengan sepupunya bernama La Mangkona' Petta Pajumpongaé dalam memperebutkan jabatan ranreng bentteng pola serta  Arung Peneki dengan La Mangkona tentang perbatasan wanua Peneki dan penrang

Di masa itu perampokan merajalela dan anggota-anggota dewan pemerintah pusat yang disebut petta ennengnge' (tuan kita yang enam) sama meninggalkan pusat kerajaant Tosara. Arung Matoa Wajo' La Cincing Akil Ali Karaeng Mangeppe (1859 - 1883) telah lama berdiam di Pare-Pare. Keadaan ini tambah parah setelah La Koro Arung Padalimenjadi Arung Matoa Wajo' dan menggelar dirinya Batara Wajo' (1885-1891) yang memerintah seperti raja-raja lain di Sulawesi Selatan bertentangan dengan konstitusi Wajo yang lahir pada abad XV, Kemudian timbul lagi perang saudara antara Ranreng Bettempola dan,Ranreng Tuwa We Palettei dalam pencalonan Arung matoa.

Pada tahun 1905 Wajo' bersama dengen beberapa kerajaan lain ditaklukkan oleh Belanda. Penguasa Belanda menghapuskan lembaga tertinggi kerajaan yang disebut arung, FatappuloE (dewan pemangku ke daulatan yang beranggotakan 40 orang) dengan menghapuskan jabatan 30 orang arung mabbiacara yang mewakili tiga buah daerah yar1g disebut limpo dan tiga orang suro _palléle toana(suruhan atau duta resmi) yang juga barasal dari daerah memberikan kekuasaan besar kepada Arung Matoa sebagai penguasa tunggal seperti di kerajaan-kerajaan lain di Indonesia dan menjadikan Ranreng dan bate lompo sebagai pembantu~pembantu arung mayoa belaka.

Jabatan punggawa,yang dahulu dinamakan matoa, yaitu orang yang dituakan yang menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah. Dalam kenyataan sehari-hari Arung Matoa berada di bawah pemerintahan Controleur

Kemerosotan nilai kebudayaan tersebut bartambah lagi setelah Jepang menjajah dengan tangan besi, disusul oleh revolusi kemerdekaan, pemberontakan Darul Islam dan Permesta serta berkuasanya warlords ( Penulis tidak akan menguraikan sebab kemerosotan nilai kebudayaan orang-orang Wajo' seperti telah dilakukan oleh Tobing,tetapi hanya membatasi diri pada Sejarah Wajo' pada abad XV-XVI berdasarkan salinan LSW, karena penulis tidak diizinkan membaca aslinya.


Salah satu karangan yang paling baik dan lengkap mengenai Sejarah Wajo' ialah disertasi Noorduyn berdasarkan terutama lontara' yang ada di Leiden, Ujung Pandang, dan Jakarta.

Berdasarkan naskah yang diberi tanda E1(Djak Vt 127), E2 (Mak 185) yang merupakan salinan naskah yang sama (N. h. 24 dan 150) dan untuk menyusun naskah yang menjadi lampiran disertasi tersebut, beliau menggunakan naskah yang diberinya tanda G1 (Leid Cod Or 1923 V), c2 (Leid NBG 131) dan c1 (ft Leid A9 ) untuk bagian permulaan naskah yang disusunnya (N. h. 22, 23, 24, 150 dan 154). Untuk mempermudah menyusun karangan ini, penulis akan menggunakan naskah dan terjemahannya tersebut yang akan dinamakan juga Kr sesuai dengan singkatan yang diberikan o1eh beliau.

Sejarah Wajo pada abad XV dan XVI diuraikannya dari halaman 32 sampai dengan halaman 72 dan pada lampirannya dari halaman 154 sampai ha1aman 315 terdapat teks dan terjemahan Kr yang disertai cacatan kaki yang lengkap.

Karangan tersebut merupakan karya yang terbaik sampai saat ini. Seandainya beliau menemukan dan menggunakan lontara' yang telah disusun oleh La Sangaji Puanna La Sengngeng atau yang disusun kemba1i o1eh Andi' Makkaraka,penulis yakin bahwa disertasi Noorduyn akan lebih lengkap.Disertasi tersebut berakhir pada pemberitaan kematian La Madukelleng, Arung Singkang.

Kalau karangan Noorduyn bersifat ilmiah, maka karya Abdurrazak Daeng Patunru' yang berjudul  Sedjarah Wadjo yang diterbitkan pada tahun 1964 ditulis secara popular. Keistimewaan karangan ini, karena dikemukakannya pembentuk kerajaan Cinnottabi' yang. bernama La Paukke', yang selama ini tidak atau kurang diketahui orang, Selanjutnya penulis mengemukakan rumus perjanjian pemerintahan di Cinnottabi', Majauleng dan Lapaddeppa.' disertai tafsir. Karangan tersebut berakhir pada peristiwa pembentukan kecamatan-Kecamatan di Wajo' pada tahun 1961.

Menurut keterangan Abdu razak Daeng Patunru karangannya disusun dengan berpedoman pada lontara' kepunyaan Andi Makkaraka ( sayang sekali tidak disebut lontara yang mana, karena Andi Makkaraka mempunyai beberapa lontara') disertasi Noorduyn dan catatan (bestursmemorie?) yang dikumpulkan oleh beliau selama bertugas di Wajo' dari tahun 1929 sampai tahun 1932 dan dari tahun 1933 sampai tahun 1938.

Karangan Andi' Paramata yang berjudul Lahirnya Tanah Wajo sebenarnya bukanlah suatu lukisan tentang lahirnya Wajo. tetapi berisi cerita masyarakat Lampulungeng yang mendahu1ui kerajaan Cinnottabi.  Beliau juga mengemukakan bahwa karangannya didasarkan pada Lontara Wajo' kepunyaan Andi' Makkaraka, namun tidak disebut lontara' yang mana.

Digunakannya perkataan penrang  beritu dan ma,bulum- pulungeng dalam karangan itu menimbulkan dugaan safa, bahwa beliau mungkin menggunakan Lontara Sukkuna Wajo karya La Sangaji Puanna La Sengngeng (1764-1767), yang mungkin menjadi benda yang dikeramatkan.  Sebagai sekretaris pribadi dan sanak dari Andi' Makkaraka, .Andi Paramata seorang ahli lontara' dan silsilah raja-raja, beliau dipercayakan untuk mempelajari lontara' yang kini disimpan bersama dengan La Téakasi dan La Ula'balu, senjata peninggalan we Tadampali yang telah dijadikan onro sao (regalia) wangsa Béttempola. Karena saya tidak diperkenankan mempelajari karya La Sangaji tersebut dan konon hanya boleh dilihat oleh keluarga terdekat Andi Makkaraka, maka saya tidak dapat mengetahui apakah dugaan saya tersebut diatas benar atau tidak. Yang jelas, ialah bahwa LSW tidak mengenal istilah-istilah Penrang beritu dan ma'bulumpulungeng. Istilah yang dipergunakan oleh LSW ialah aju battoa. mara.ja (h. 11) dan Pénrang baringeng ( h. 597) c fm LWHAS h. 62 .dan sipulu-pulung (h. lO)

Yang menarik perhatian ialah cerita tentang asal mula beberapa perkampungan di masyarakat Lampulungeng dan Boli dan mula dikenalnya istilah maradéka ( = merdeka, bebas) di sana.

Untuk melengkapi ketiga karangan tersebut di atas ,Penulis akan menambahkan cerita tentang perjuangan La Ti,ringeng To. Taba', Arung Saotanré, negarawan yang paling berjasa untuk mewujudkan konsepsi kerajaan elektif di Indonesi pada Abad XV serta ungkapan beliau yang antara lain berisi ajaran moral kepemimpinan yang menurut editor majalah Archipel masih perlu diketahui pada masa kini,sebagai berikut :

Even if history has shown that these principles have nat slways been respected, it is worthwhila to make known to the western public a genuine, humanist tradition of very high quality that arouse independent of all western influence.

Menurut hemat pengarang, bukan saja masyarakat Barat perlu mengetahuinya, tetapi terutama orang-orang Wajo sendiri, oleh karena ia dapat mengembalikan rasa harga diri yang disebut siri', sebab Wajo' yang dahulu terkenal karena lembaga-lembaga adatnya yang cukup demokratie, telah dan sedang mengalami kemerosotan nilai-nilai kebudayaan, sebagaimana telah dikemukakan oleh Tobing, sebagai berikut :

Bagaimana dengan Wajo? Dapat dikatakan, bahwa keadaan sehari-hari di daerah tersebut tidak sesuai dengan apa yang dapat dipelajari tentang struktur kébangsawanan dan struktur masyarakat dari buku-buku mereka.·Dengan demikian orang cenderung menarik kesimpulan, bahwa batas antara raja dan kaum bangsawan di satu pihak dan rakyat di lain pihak,yang mana digariskan di dalam pedoman struktur' masyarakat mereka hanya merupakan tambahan saja yang pada. dasarnya tidak diterima oleh inti kebudyaan mereka •

Garis-garis tersebut hanya merupakan teori saja,màsyarakat Wajo' pada umumnya dijiwai oleh semangat yang demokratie yang menjadi motor atau penggeraknya. Dipandang dari sudut ini daerah Wajo' merupakan unicum·atau kekecualian di Snlawesi Selatan •••

Memadailah, jikalau saya katakan, bahwa para raja dan bangsawan di daerah Bon( dan Gowa lambat laun meninggalkan konstitusinya dan akhirnya memperoleh kekuasaan penuh. Para kepala distrik yang berkuasa di daerahnya masing-masing lambat laun digeser kedudukannya oleh para bangsawan yang mengakibatkan instansi Baté Salapang dan Arung Pitué menjadi kehilangan pengaruh dengan segala konsekwensinya. Lain sekali keadaannya di Wajo'. Walaupun usaha dari pihak raja dan bangsawan di sana keras pula untuk memperoleh kekuasaan penuh, namun usaha-usaha itu selalu mengalami kegagalan

Sejak dari permulaannya rakyat turut aktip dalam penentuan hal-hal yang prinsipiil. Raja mereka yang bergelar Arung Matoa ri Wajo' tidak pernah secara permanen berhasil mengiliminir kekuasaan Arung Ennengnge. suatu Badan seperti di Boné Ade' Pitué dan Baté Salapang di Gowa. Bersama-sama dengan Arung Ma,bicara, sebuah badan perwakilan rakyat yang beranggotakan tiga puluh orang,Arung Ennengngé tetap berhasil mempertahankan kekuasaannya

Daerah Wajo' pernah ditaklukkan oleh Gowa beberapa lama wnktunya. Di sinilah terletak rahäsia perbedaan antara teori dan praktak di dalam susunan.kebangsawanan pada masyarakat Wajo• Akibat penaklukan itu, unsur feodalisme Gowa pun masuk di Wajo', akan tetapi lamanya masa penaklukan itu tidak mencukupi untuk menanamkan pengaruh tersebut secara mendalam ••• ·

Jacqline Lineton yang pernah mengadakan penelitian tentang perantauan orang-orang Wajo  pada tahun 1971 menarik kesimpulan yang mengejutkan, oleh karena orang-orang Wajo' yang dahulu terkenal ru~an hak-hak kebebasannya pada abad ke XV, tiba-tiba pada abad ke XX ini dinyatakan sebagai yang paling kolot dan feodal di Sulawesi Selatan, Ia menarik kesimpulan sebagai berikut :

Migration - itself a dynamic process ~ may act as a conservative influence within Wajo' society, enabling continuance of an autoeratic political system The constant emigration of the most politically am-bitioua and able individuals means that the nobility remain unchallenged in their monopoly of all important government offices. It is perhaps for this reaaan that Wajo' - the region with the longest tradition of migration - is also renowned as the most conservative and faodal (feudal) of the daerah of South Sulawesi




Tidak ada komentar: