Upacara Mappasimang Sekarang Tinggal Bayang
Bayang
D Suhardiman Sunusi
Upacara merupakan manifestasi cara berfikir dan
merasa amat menonjol, sehingga merupakan pula akumulasi tatacara tradisional
yang amat ditaati. Penyelenggaraan upacara itu adalah pengukuhan tata tertib
yang telah ada, oleh karena itu dilakukan secara tertib dan hati-hati.
Dalam kegiatan upacara, berbagai macam kegiatan yang
dilakukan untuk mengukuhkan kembali ide-ide yang terkandung dalam setiap
faham-faham. Salah satu penampilan yang besar peranannya pad a tiap-tiap
upacara untuk mengungkapkan kembali emosi keagamaan adalah symbol-simbol yang
terdapat pada tiap-tiap upacara. Simbol adalah lambang, tanda yang mengandung
suatu makna.
Makna yang mengungkapkannya adalah mewakili
suatu pengertian yang abstrak, luas dan bersifat unversal. Kadang-kadang simbol
merupakan cara pengungkapan sesuatu yang sulit dinyatakan secara langsung.
Di lain pihak dapat pula menunjukkan suatu obyek,
kejadian, sifat yang merupakan formulasi nyata dari pengalaman-pengalaman yang
tetap dalam bentuk-bentuk yang dapat ditangkap, dengan demikian simbol itu mempunyai
makna cultural atau sesuatu yang mengandung unsur-unsur atau pola-pola budaya.
Jadi mempelajari kegiatan - kegiatan cultural,
sehubungan simbolis yang mengandung makna secara positif berarti menelaah
kejadiankejadian social, religi, dan keagamaan yang umumnya bersifat abstrak
untuk pengukuhannya.
Dalam pengungkapan sistem upacara-upacara
tradisional, berbagai symbol upacara yang sering kita temui itu biasanya berupa
: materi atau benda, dan ungkapan-ungkapan bahasa.
Dulu di
Kabupaten Wajo, apabila salah
seorang warganya akan menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah, maka ia terlebih
dahulu mengadakan upacara massimang (upacara pamitan) yang dipimpin oleh
Sanro Wanua dengan menyiapkan seperangkat alat upacara berupa beberapa lembar daun
siri dan pinang sebagai tanda pamit pada mereka. Ketika ia menyodorkan daun
siri itu sebagai tanda pamit untuk berangkat ke Mekah, maka sanro membaca mantra-mantranya
lalu berkata :
"Enrekko Mekka, tujugennga sembajang
Kubalika rekko ota'~
Artinya :
Berangkatlah ke Mekah, hadiahkan saya sembayang
Dan engkau kubalas dengan lipatan daun
siri"
Mengapa sanro wanua berkata demikian ?,
Sangat sulit dipahami dan dijawab dengan hanya
melihat jawaban sanro itu secara sepintas saja tanpa memahami terlebih dahulu
simbol-simbol bermakna itu.
Bagi mereka doa adalah bahagian sembahyang dan lipatan
daun siri merupakan doa pula. Sebab menurut mereka ketika kita selesai
sembahyang maka kita berdoa meminta keselamatan kepada Allah. Begitupun makna lipatan
daun siri, dimana rekko sulu berbentuk huruf Alif yang dimaknai huruf
Allah dan rekko massulekka berbentuk huruf lam bermakna Allah
melindungi.
Olehnya itu ketika sanro berjabat tangan kepada
orang yang pamit ke Mekah maka sanro itu melakukan ritus kepercayaannya dengan menahan
napasnya lalu membaca mantra-mantranya kemudian melanjutkan dengan membaca
Kalimat “ la ilalha Illalah “ ketika sampai pada kalimat lllalah
khususnya huruf lam maka mereka maknai
bahwa mereka telah berada dalam "genggaman" Allah atau Allah telah member
perlindungan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa makna kata sanro itu adalah "doakanlah saya
selamat di Mekah dan saya balas pula dengan doa keselamatan dari Allah".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar