Kisah Kura Kura yang
membawa Bencana serta asal mula bergabungnya Larompong, Malluse Salo, Siwa ,
Belawa , Otting, Rappeng dan Bulu Cenrana dalam kerajaan Wajo
Kehidupan Istana yang penuh dengan kemewahan
terkadang melahirkan kebiasaan yang unik dibanding dengan kebiasaan masyarakat
pada umumnya, hal ini tentunya hanya untuk bertujuan untuk memberikan kesan
serta kebanggan terhadap diri sendiri yang berakhir menjadi sebuah gaya hidup
baru dalam kalangan istana.
Alkisah pada saman Kerajaan Luwu dipimpin oleh
Dewa Raja Dankelali To Sangereng, beliau adalah seorang raja yang senang dengan
binatang peliharaan. Dan salah satu binatang peliharaan yang paling di senangi adalah
seekor kura kura. Kura kura tersebut menjadi buah bibir dalam masyarakat Luwu
karena mempunyai keunikan tersendiri. Salah satu keunikannya adalah kura-kura
peliharaan sang dewa raja ketika buang air besar maka yang keluar adalah
serpihan bubuk emas dari dalam perutnya, cerita ini terus berkembang dikalangan
masyarakat kerajaan Luwu.
Hingga pada akhirnya, cerita tentang kura kura
yang mampu memberakan emas bukan hanya berkembang di Kerajaan Luwu, tapi sudah
menjadi buah bibir di kerajaan lain, termasuk Kerajaan Sidenreng. Di semua
tempat, kura kura tersebut menjadi pusat pembicaraan masyarakat sidenreng .
Berita tentang kura kura itu akhirnya menerobos pagar istana dan sampai di
telinga Datu Sidenreng.
Karena rasa penasaran yang tinggi maka
dikirimlah utusan untuk melihat keberadaan kura kura tersebut, dan apabila
benar datu sidenreng berkehendak untuk membelinya. Utusan itu kembali ke
sidenreng dan menceritakan kebenaran kura kura tersebut kepada Datu Sidenreng
Rasa untuk memiliki terus berkecamuk dalam diri
Datu sidenreng, akhirnya perasan itu sudah tak mampu dibendung lagi , maka
dipanggillah nene Pasiru dan diperintahkan untuk ,menghadap Raja Luwu Dewaraja
Dangkelali To Sangereng tentang keinginan Datu sidenreng untuk membeli Kura
Kura Tersebut
Berangkatlah utusan tersebut ke Kerajaan Luwu
untuk menghadap Dewaraja, namun permintaan tersebut di Tolak. Berulangkali
utusan itu menghadap, selalu ditolak oleh Dewaraja. Hingga suatu saat ketika
utusan itu menghadap kembali berkatalah Raja Luwu Dewaraja
“ Kalau memang addatuang sidenreng sangat
menginginkan kura kura tersebut, silahkan diambil. Dan anggaplah juga sebagai
sarana untuk mempererat tali kekeluargaan antara Luwu dengan Sidenreng “
Kura kura itupun akhirnya dibawa pulang oleh
utusan Adatuang Sidenreng, perasaan bangga dan bahagia bercampur menjadi satu ,
semuanya tak mampu dilukiskan melalui kata kata tentang gambaran kebahagiaan
yang dimiliki oleh Datu sidenreng pada waktu, betapa tidak , kura kura yang
selama ini telah menyita sukmanya telah menjadi milik kerajaan Adatuang
Sidenreng.
Hanya tiga rnalam
setelah tibanya kura-kura itu di Sidénrèng, terjadi perubahan terhadap kura
kura tersebut , serbuk emas yang selama ini selalu dikeluarkan dari perut si
kura kura sudah tidak nampak lagi, kura kura yang dianggap sangat istimewa
karena mengeluarkan bubuk emas, sekarang berubah menjadi kotoran biasa.
Tentunya hal ini membuat Datu sidenreng sangat murka dan memerintahkan
utusannya untuk megembalikan kura kura tersebut dan meminta barang yang sudah
diberikan sebagai alat tukar kura kura tersebut agar di kembalikan
Sesampainya di istana Luwu, menghadaplah utusan
Adatuang sidenreng dan menyampaikan pesan tentang pengembalian harta pertukaran
dari kura kura itu
Berkata Datu Luwu
“ Ambilah kura kura itu, dan bawa kembali ke
sidenreng, karena itu bukan kesalahan Luwu, karena sebenarnya Luwu tidak mau
menjual kura kura itu tapi sidenreng tetap memaksa, maka aku memberikannya “
Tiga kali suruhan itu mengantar pulang balik
kura-kura itu, tetapi tidak mau diterima oleh Datu. Akhirnya Datu sidenreng
menyuruh utusannya untuk menyampaikan kepada Luwu bahwa persoalan adalah suatu
perkara yang harus diselesaikan
Bertanya Datu Luwu' : Siapakah yang akah
mengadili kita “
Barkata suruhan itu “
Datu Pammna “
Barkata Datu Luwu' "Baiklah aku bertemu
dengan sanakku kurang dari tiga puluh hari lagi di Pammana
Kembalilah suruhan A'datuang untuk
memberitahukan jawaban Datu Luwu
Setelah tiba hari yang
ditentukan, datanglah Datu Luwu' di Pammana bersama dengan persenjataan dan
alat perang. Berangkat jugalah A'datuang, hendak pergi ke Pammana,
tetapi di tengah jalan ia kembali, sebab mendaptkan kabar bahwa Datu Luwu datang ke Pammana lengkap dengan pasukan perangnya. setelah diketahuinya bahwa A’datuang Sidtnréng kembali, maka iapun kembali juga, hendak pulang ke negerinya, dan setelah matahari terbenam singgahlah ia di Topace'do' untuk berrmalam.
tetapi di tengah jalan ia kembali, sebab mendaptkan kabar bahwa Datu Luwu datang ke Pammana lengkap dengan pasukan perangnya. setelah diketahuinya bahwa A’datuang Sidtnréng kembali, maka iapun kembali juga, hendak pulang ke negerinya, dan setelah matahari terbenam singgahlah ia di Topace'do' untuk berrmalam.
PERJANJIAN TO’PACEDO’
dan Bergabungnya Larompong , Mallusé’ salo ‘é
dan Siwa dalam Kerajaan Wajo
Pada esok harinya di To’pacedo’ , Raja Luwu Dewaraja
mengirim utusan ke Arung Matoa Wajo La Ta’dampare Puangrimaggalatung dengan
membawa persembahan tiga lembar sarung dan tiga pasang gelang tangan, dan
diundangnya ke Topacedo untuk menemui Datu Luwu'.
Berangkatlah Rombongan Arung Matoa Wajo Ke Topaccedo
untuk menemui Raja Luwu, setelah ketemu Maka berkata Datu Luwu
“Kasihanilah aku wahai sanakku , terimalah harta
benda sedikit tidak banyaknya negeri Luwu', agar kita persanakkan negeri Luwu'
dan negeri Wajo , satu keburukan dimiliki bersama, satu kebaikan diduai”
Berkata Arung Ma toa La Ta dampare'
“ Kuru sumange , harta beserta kata-kata baikmu,
kuterima dan kusambut dengan kedua belah tangan terbuka, dan yang aku mohon
pada Opu, ialah agar Wajo' menjadi anak dan Luwu induk Sebab barulah orang bersaudara
bila sama besar ”
Berkata Déwaraja Dangkélali Aku benarkan
perkataanmu, Arung Matoa, ambil saja Larompong seluruhnya, dan ambil pula
Malluse salo'e' serta Siwa sepanjang sungai sebagai penambah wilayah, agar
bersaudaralah negeri Luwu dan negeri Wajo',saling menyebarkan kebaikan dan
tidak saling mencarikan keburukan “
Berkata Arung Matoa
“ Bagaimanakah Wajo' mengambil Larompong,
Malluse' salo'e; dan Siwa, sedangkan daerah itu kepunyaan Luwu''?
Menjawab Datu Déwaraja
"Adapun Larompong seluruhnya, Mallusé’ salo
‘é dan Siwa menjadi negeri bagian dari Wajo', agar bersaudara negeri Luwu dan
adiklah Wajo “
Setelah itu barulah mereka berjanji dan menanam
batu adapun isi perjajiannya adalah sebagi berikut :
" Melebarnya Luwu, lebar pula Wajo ,
sempitnya Luwu' sempitnya pula Wajo , Apinya Luwu' tidak memakan Wajo', apinya
Wajo tidak memakan Luwu'. Bersama dalam keburukan dan bersama pula dalam
kebaikan, Luwu' dan Wajo'. Walaupun hanya dimimpi oleh orang-orang Luwu
mambakar Wajo', lalu bangun mentakwilkan mimpinya dan didengar, maka iapun
dibunuh. Demikian pula orang-orang Wajo , walaupun hanya bermimpi membakar
Luwu' dan bangun mentakwilkan mimpinya dan didengar, maka iapun dibunuh. Khilaf
saling memperingati, rebah saling membangkitkan, tidak saling mendaki di
gunung, tidak saling turun di dataran dan tidak saling menunjukkan belukar.
Walaupun langit runtuh dan pertiwi rubuh tidak akan batal perjanjian negeri.
Barangsiapa yang tidak mengingat perjanjian negeri, maka akan hancur negerinya
bagaikan telur yang diempaskan di batu sampai pada keturunannya yang tidak
mengingat janjï. Negerinya, Maka diumumk.anlah ke atas dan ke bawah.
Dipersaksikan kepada Dewata Yang Esa persaudaraan Luwu dan Wajo
Perjanjian inilah yang dinamakan Singkeru'
Patolala ri Topace’ do' dan mulai saat itu Larompong , Mallusé’ salo ‘é dan
Siwa menjadi milik Kerajaan Wajo
To Ciung yang bergelar Maccae ri Luwu bersama To
Ma'dualeng dari Wajo' menanam batu dan menjelaskan isi perjanjian kepada
orang-orang Luwu dan Wajo, Maka gemuruhlah orang-orang Luwu' dan orang~orang
Wajo' berteriak tanda setuju kedua pihak.
Setelah batu dibuang, berkata Datu Luwu' kepada
Arung Matoa:
“ Telah selesai, hai sanakku,dipersaksikan
kepada Dewata Yang Esa persaudaraan Luwu ' dan Wajo' dan telah dua kali pula
Luwu, bersanak. dengan Wajo Pertama ketika Arung Matoa Settiriware'. Tetapi
alangkah baiknya,hai sanakku, engkau membantuku untuk menyerang Sidenreng,
sebab telah dua kali aku bersama seluruh orang-orang Luwu' menyerangnya, tetapi.
tidak dapat aku mengalahkannya. Ambilah pula kelewangku sebilah."
Menjawab Arung Matoa :
“ Ada juga kelewangku, Opu’ ! Bulan apa kita
tetapkan untuk menyerang Sidenreng '?"
MenJawab Dewaraja : "Pada terbitnya bulan
muda”
Maka sesuailah kata-kata Datu Luwu dengan kata
Kata Arung Matoa. pulanglah orang orang Luwu' ke negerinya
BERGABUNGNYA BELAWA, OTTING DAN BULU CENRANA
SERTA RAPPANG DI WAJO
Malam berganti siang , siang berganti malam
bulan pun masih agak ragu menampakkan dirinya , bagaikan seorang gadis bersembunyi
dibalik peraduannya. Dari jauh nampak hamparan manusia yang tengah bersanding
sangat elok , sangat seirama dalam perjalanan, satu melalui darat dan yang
satunya melewati sungai walenaE. Itulah pasukan gabungan Wajo dan luwu yang
berangkat menuju sidenreng , semangat juang berkobar di raut wajah para
kesatria walaupun maut siap menghadang didepan, mereka tetap melangkah demi
sebuah perjuangan
Setelah sampai di Tana’ Tempe , mereka
menyiapkan piccara dan rakit untuk melewati jalur danau tempe, sedangkan
sebagian pasukan tetap melanjutkan melalui jalur darat. Memasuki wilayah Belawa
yang merupakan sekutu dari Sidenreng membuat kondisi perangpun tak dapat
dihindarkan lagi, daerah yang terkenal sebagai daerah pemberani memperlihatkan
watak mereka sebagai To Warani , walaupun mereka menghadapi gempuran dari
sekutu Wajo dan Luwu mereka tetap berjuang walaupun akhirnya kalah sebagai
pemberani dan mereka menyatakn diri anak dari Wajo
Pasukan gabungan terus bergerak disambut oleh
pasukan gabungan Otting dan sidenreng, pertempuran hebatpun terjadi , duel maut
Arung Matoa Wajo menghakhiri pertempuran itu, Ottingpun menyatakan diri bagian
dari Wajo. Menyusul jatuhnya rappeng dan bulu cenrana
Adapun orang-orang Sidénré'ng semua berkurnpul
di Wenge (?). Orang-orang Wajo berkedudukan semua di Otting. Berlabuh pulalah
perahu Datu Luwu beserta Pasukannya di sebelah timur Watang Sidenreng, maka
datangla.h Nene Pasiru' menyambah pada Datu Luwu dan menyerahkan se'bukati
(denda perang) sebagi tanda berakhirnya perang antara Pasukan Sekutu Wajo Luwu
dan Sekutu Sidenreng
Dan perang inilah yang mengawali bergabungnya Belawa, Otting, Rappeng dan Bulu Cenrana di Wajo adapun Sidenreng menjadi wilayah luwu
Sumber LSW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar