Kisah Kesetiaan Seorang Suami
dan keadilan Batara Wajo I La Tenri Bali dalam memutuskan Perkara
D. Suhardiman Sunusi
Cinta memiliki kesabaran yang
terbatas.
Dia tak akan menunggu, dan jika dia
sampai pergi –
dia bisa lupa tentangmu saat engkau
paling membutuhkan cinta.
Kisah ini terjadi ketika La Tenri Bali memerintah
sebagai raja Batara Wajo I yang di beri gelar Raja Matahari, La Tenri Bali
terkenal Tegas dan jujur dalam menjalankan Pemerintahan, hal ini semua
masyarakat sudah mengetahuinya ketika dia menjadi Arung Cinnotabi sebelum dia
diangkat menjadi Batara Wajo I.
Belum cukup satu tahun menjabat sebagai Batara
Wajo I, sudah banyak masyarakat dari luar Wajo yang bermukim di Wajo, hal ini
diakibatkan ketegasan, keadilan serta kejujuran pemimpinnya
Di daerah Cinnongtabi, hiduplah sepasang suami
istri, walaupun perbedaan umur yang
cukup jauh dari keduanya tapi mereka sangat bahagia dalam mengarungi bahtera
rumah tangganya. Mereka belum dikaruniahi seorang anak, keberadaan pasangan
suami istri ini membuat banyak orang yang merasa iri, hal ini di sebabkan Lelaki
tersebut sudah berumur tua tapi mampu mendapatkan seorang istri yang sangat
muda dan sangat cantik.
Pada Suatu hari ketika duduk bersama istrinya,
sang suami mengajak juga istrinya untuk pindah ke Wajo, “ banyak hal yang bisa
kita lakukan di daerah yang sudah berkembang tersebut “ jelasnya kepada sang
istri. sang istripun hanya bisa menurut atas keputusan tersebut, mereka juga
menentukan kapan waktu yang tepat untuk pindah ke Wajo
Akhirnya tibalah pada hari yang sudah ditentukan
untuk pindah ke Tanah Wajo, pagi pagi sekali sang istri sudah bangun, ia
mempersiapkan segala keperluan dalam perjalanan. termasuk bekal yang akan
dimakan nanti di sana.
Sinar mataharipun bergerak naik ketas bumi,
sinarnya memancarkan keangkuhan sebagai penguasa jagat. dan tak satupun yang
bisa melawannya, Membuat suasana hari itu cukup panas di bumi cinnongtabi. Ketika
semuanya sudah siap mereka berangkat meninggalkan daerah yang telah menyimpan
sejuta kenangan mereka berdua
Mereka berjalan dari Cinnong Tabi melewati
pematang Sawah yang memanjang di sekitar Tana Wajo. Sinar matahari yang
menyinari bumi sepertinya akan membakar tubuh mereka. Hal inilah yang membuat
perjalanan mereka sangat terganggu, cuaca yang panas membuat langkah mereka
sangat cepat untuk melewati pematang sawah di hadapan mereka. Langkah kaki sang
istri yang masih muda tentunya sangat tak seimbang dengan langkah kaki sang
suami yang sudah tua ditambah beban dipundaknya membuat , sang suamipun jauh tertinggal di belakang.
Akhirnya sampailah sang istri di ujung
persawahan , dia mencari tempat dibawah sebuah pohon sebagai tempat untuk
berlindung dari sengatan matahari sekaligus untuk melepaskan lelah sambil
menunggu suaminya yang masih terlihat jauh di belakang
Tiba-tiba dari daerah Wajo datanglah
seorang pemuda, pemuda yang belum dikenalnya tersebut juga singgah bernaung di
bawah pohon yang sama. Dari kejauhanpun sudah Nampak sang suami yang kakinya
masih asyik bermain dengan pematang sawah
Berkata pemuda itu “ Apamukah orang tua
yang datang ke mari itu? “
Jawab perempuan itu “ Suamiku “
Pemuda itu langsung tersenyum sembari
berucap “ Sungguh sial benar nasibmu , bagaimana bisa engkau
mempersuamikan seorang lelaki tua, wajahnya juga sangat jelek , seharusnya
Wanita muda secantik kamu mendapatkan lelaki yang masih muda , tampan dan kuat
bekerja agar kamu bisa bahagia kelak di hari nanti “
Pemuda tersebut terus menggodanya, dari kejauhan
sang suamipun semakin tidak tenang dalam meniti pematang sawah. Karena melihat
sang istri berduaan di bawah pohon dengan seorang lelaki muda yang baru di
kenalnya
Akhirnya wanita itupun sepertinya kena
mantra, dia sepertinya menurut saja apa yang dikatakan oleh pemuda
tersebut. Bahkan ketika diajak untuk jadi istrinya dia menurut saja.
Maka menurutlah perempuan itu, ia lalu pergi
bersama dengan pemuda yang baru saja di kenalnya, dia meninggalkan suaminya
yang masih terseok seok diatas pematang sawah
Melihat istrinya pergi bersama dengan pemuda
tersebut melolonglah dia sepanjang perjalanan
“ Mengapa engkau mengambil isteriku?” teriaknya
Tetapi keduanya tidak ada yang menoleh, mereka
terus berjalan tanpa mempedulikan teriakan lelaki tua itu, hingga mereka sampai
di rumah pemuda tersebut.
Ketika mereka duduk, si pemuda mengajari wanita
bahwa
” kelak kalau ada yang tanya siapa suamimu, maka
kamu harus menunjuk aku sebagai suamimu “
Adapun lelaki tua itu setelah tidak melihat
isterinya , ia menangis sepanjang jalan menuju ke Wajo, sehingga dalam
perjalanan bertemulah beberapa orang dan menceritakan peristiwa yang baru saja
di alaminya. Orang tersebut menyuruhnya untuk melaporkan sama Batara Wajo La
Tenri Bali
KEADILAN BATARA WAJO I LA TENRI BALI
Berangkatlah ia menuju ke balairung, dan mengadu
sama Batara Wajo La Tenri Bali
berkata Batara Wajo'
"Siapa yang mengambil isterimu?
Jawab kakek tu
“ Aku tidak tahu “
Dia pun menceritakan kisah yang baru saja
dialaminya
Batara Wajo La Tenri Bali lalu memerintahkan
untuk menggeledah semua rumah penduduk di Wajo. Semua wanita yang tidak dikenal
harus dibawah menghadap di balairung , ketika semua wanita pendatang
dikumpulkan , bertanyalah Batara Wajo.
“ yang mana istrimu di situ “
Laki tua itu langsung menunjuk seorang wanita
“ itulah istriku “
Dipanggilah wanita itu dan ditanya sama Batara
Wajo
“ Siapa suamimu'?
Menjawab wanita itu
“ Itu suamiku “ sambil menunjuk pemuda yang
datang bersamanya”
Gilirang pemuda itu di Tanya
“ apa benar dia istrimu “
Pemuda itupun mengatakan bahwa benar wanita yang
ditunjuk itu adalah istrinya
Batara Wajo pun kembali menayakan prihal
perempuan itu pada lelaki tua tersebut
Lelaki Tua itu berkata “ Benar
dialah isteriku “
Lelaki Tua itupun menceritakan di hadapan Batara
Wajo bahwa “ Sebelum aku berangkat ke Tana’ Wajo aku berdua duduk
berhadap-hadapan makan di Cinnottabi', makanan yang kami makan berdua adalah
makanan dari beras ketam hitam dan sisanya kami bungkus untuk bekal kami di
perjalanan “
Sambil lelaki tua itu mengeluarkan sisa bekalnya
dalam perjalanan dan memang benar nampaklah makanan yang diceritakan tersebut
terbuat dari beras ketam hitam
Sayang dalam perkara ini tidak ada satupun yang
mampu menghadirkan saksi, sehingga
menyuruhlah Batara Wajo' bersama para Pa’danreng
untuk menyediakan rumah bagi mereka dan ditempatkan bersama., Cuma dalam kamar
yang terpisah,
Batara Wajo memerintahkan agar semua kamar
tempat mereka tidak boleh dibuka, kalau mereka mau buang air besar maka buang
air besar dalam tempat yang sudah di sediakan
Ke esokan harinya ketiga orang yang berperkara
tersebut di panggil menghadap sama Batara Wajo. Mereka dihadapkan bersama
dengan tempat untuk membuang air besarnya sebagi bagian dari alat bukti dalam
perkara tersebut
Ketika di perikasa ternyata perempuan itu hitam
tahinya, beras pulut hitam yang diberakkan; kakek itu pun demikian, beras pulut
hitam pula yang diberakkan, Sebaliknya. pemuda itu putih tahinya.
Ditimbanglah perkara itu oleh
Batara Wajo' danPa'danreng ketiganya bersama orang tua-tua di Wajo'. Yang
disepakati ialah_bahwa wanita tersebut merupakan istri dari
lelaki tua itu, sebab ketika. hendak berangkat ke Wajo', benar mereka
berhadap-hadapan makan, berhadap-hadapan pula makan diperjalanan~ dan
beras pulut hitam pula yang dimakan bersama.
Adapun yang disepakati oleh Batara Wajo
dan para Pa'danreng serta orang tua tua yaitu
memberikan wanita muda kepada lelaki tua tersebut karena memang benar wanita
itu adalah istrinya dan menjatuhkan hukuman mati kepada pemuda tersebut
karena dipersalahkanlah telah melakukan perbuatan yang merupakan bagian dari
pantangan pergaulan (kejahatan kesusilaan berat) di negeri Wajo•.
Lelaki tua itu memeluk istrinya dan memaafkan
semua perbuatanya
Sumber : Lontara Sukku'na Wajo ( LSW )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar