Kisah TAPPI MA’DAUN ASE
D. Suhardiman Sunusi
Dikisahkan konon kabarnya, di sebuah desa
bernama Wajo-wajo hiduplah seorang anak yatim yang masih kecil. Anak itu
bernama Lawelle. Ayahnya meninggal karena dibunuh oleh Lamannuke. Sejak saat
itu, Lawelle tinggal berdua dengan ibunya. Warga sekitar pun sangat sayang pada
Lawelle karena dia termasuk anak yang rajin dan tidak nakal.
Suatu ketika, Lawelle sedang bermain-main dan tiba-tiba menyaksikan sepasang
burung memberi makan pada anak-anaknya. Lawelle pun takjub menyaksikan
peristiwa yang menurut dia masih asing karena belum pernah dilihat sebelumnya.
Hal inilah yang kemudian membuatnya bertanya pada ibunya tentang upaya kedua
ekor burung yang memberi makan pada burung-burung yang lain.
Ibunya menjelaskan bahwa kedua burung itu tidak
lain ayah dan ibu burung-burung yang lain. Lawelle merasa heran karena selama
ini dia tidak pernah merasa mempunyai ayah. Dia pun menanyakan tentang ayahnya.
Ibunya menceritakan peristiwa yang dialami oleh ayahnya sehingga akhirnya
dibunuh oleh Lamannuke.
Dalam rasa penasaran itulah, Lawelle menanyakan
peninggalan ayahnya. Ibunya memberitahukan bahwa ayah Lawelle meninggalkan
sebuah benda pusaka yang rencananya akan dibuat menjadi badik namun belum
selesai. Benda itu disimpannya baik-baik. Lawelle pun mengambil benda tersebut
yang sudah menyerupai sebuah badik namun belum tajam karena belum selesai betul
dibuat oleh mendiang ayahnya.
Agar badiknya itu betul-betul jadi, Lawelle menanam jeruk pada lahan perkebunan yang sangat luas. Jeruk itu akan dijadikan sebagai bahan untuk mempertajam badiknya. Alhasil, jeruk itu tumbuh besar dan berbuah banyak. Lawelle menghabiskan semua hasil panen jeruk itu hanya untuk mempertajam badiknya hingga badik itu terlalu tipis seperti daun padi sehingga orang bugis menamakannya tappi maddaung ase, artinya badik yang tipis seperti daun padi. Berita tentang adanya tappi maddaung ase yang dimiliki Lawelle tersebar ke seluruh pelosok Wajo hingga tidak ada orang yang berani melawannya karena bekas luka yang ditorehkan akibat sayatan badik Lawelle tidak dapat diobati dengan penawar luka apapun sehingga orang bugis menamakannya tennarapi pattawe.
Agar badiknya itu betul-betul jadi, Lawelle menanam jeruk pada lahan perkebunan yang sangat luas. Jeruk itu akan dijadikan sebagai bahan untuk mempertajam badiknya. Alhasil, jeruk itu tumbuh besar dan berbuah banyak. Lawelle menghabiskan semua hasil panen jeruk itu hanya untuk mempertajam badiknya hingga badik itu terlalu tipis seperti daun padi sehingga orang bugis menamakannya tappi maddaung ase, artinya badik yang tipis seperti daun padi. Berita tentang adanya tappi maddaung ase yang dimiliki Lawelle tersebar ke seluruh pelosok Wajo hingga tidak ada orang yang berani melawannya karena bekas luka yang ditorehkan akibat sayatan badik Lawelle tidak dapat diobati dengan penawar luka apapun sehingga orang bugis menamakannya tennarapi pattawe.
Pada suatu hari, Lawelle yang sudah beranjak
remaja memohon izin kepada ibunya untuk pergi mencari Lamannuke hendak membalas
dendam atas kematian ayahnya. Ibunya pun mengizinkan karena sudah mengandalkan
keberanian anaknya. Setiap perkampungan yang dilaluinya, Lawelle selalu
bertanya tentang keberadaan Lamannuke. Semua orang yang ditanya pun terkejut
melihat seorang remaja yang mencari Lamannuke hendak mengajaknya bertarung,
sementara Lamannuke sangat terkenal kehebatannya karena dia memiliki ilmu
pattawe (penawar luka). Namun, setelah tahu bahwa remaja yang mencari Lamannuke
itu tak lain Lawelle yang memiliki tappi maddaung ase tennarapi pattawe, mereka
pun maklum atas keberanian anak itu.
Setelah bertanya dan terus bertanya, akhirnya Lawelle berhasil bertemu dengan Lamannuke. Lawelle menantang Lamannuke berkelahi karena hendak membalas dendam atas kematian ayahnya. Celakanya, Lamannuke terlalu licik. Dia mencari akal agar tidak jadi bertarung dengan Lawelle. Rupanya Lamannuke pun telah mendengar tentang kehebatan Lawelle yang memiliki tappi maddaung ase tennarapi pattawe. Lamannuke memang punya ilmu penawar luka, tapi apalah artinya jika berhadapan dengan Lamannuke yang memiliki badik yang bekas sayatannya tak dapat disembuhkan dengan penawar apapun.
Setelah bertanya dan terus bertanya, akhirnya Lawelle berhasil bertemu dengan Lamannuke. Lawelle menantang Lamannuke berkelahi karena hendak membalas dendam atas kematian ayahnya. Celakanya, Lamannuke terlalu licik. Dia mencari akal agar tidak jadi bertarung dengan Lawelle. Rupanya Lamannuke pun telah mendengar tentang kehebatan Lawelle yang memiliki tappi maddaung ase tennarapi pattawe. Lamannuke memang punya ilmu penawar luka, tapi apalah artinya jika berhadapan dengan Lamannuke yang memiliki badik yang bekas sayatannya tak dapat disembuhkan dengan penawar apapun.
Alhasil, Lamannuke menemukan cara agar dapat
menyingkirkan Lawelle. Dia menyangkal kalau dirinya yang telah membunuh ayah
Lawelle. Lamannuke justru memfitnah Wa Becce yang dikenal dengan sebutan Bolong
Mangngongngona Tana Kute. Orang tersebut adalah seorang ratu yang memerintah di
sebuah negeri yang sangat kaya. Ratu tersebut terkenal sakti dan pemberani.
Apabila ada kapal yang merapat di pelabuhan negeri tersebut, Wa Becce selalu
berkokok seperti ayam dan apabila ada yang menjawabnya, maka mereka akan
bertarung. Taruhannya pun tidak tanggung-tanggung. Apabila Wa Becce kalah, maka
ia akan menyerahkan tampu kekuasaan di negerinya. Tetapi apabila lawannya
kalah, maka ia akan mengambil seluruh isi kapal. Tampaknya taruhan itu memang
menguntungkan bagi pemilik kapal karena tidak seimbang nilainya, tetapi tetap
saja tidak ada yang berani melawan Wa Becce.
Atas petunjuk Lamannuke, Lawelle pun berangkat mengarungi lautan. Agar pelayarannya itu berjalan lancar, dia bekerja sebagai awak pada salah satu kapal tujuan Tana Kute. Tentu saja tidak ada orang yang tahu maksud Lawelle, karena kalau mereka tahu, mereka tidak akan mengikutkan Lawelle. Semua orang, terutama pemilik kapal, sangat takut pada Wa Becce. Bahkan, tidak ada kapal yang mau membawa ayam karena takut ayam tersebut akan menyahut jika Wa Becce berkokok seperti ayam.
Setelah berlayar cukup lama, akhirnya kapal yang ditumpangi Lawelle pun tiba di Tana Kute. Lawelle tidak sabar lagi menunggu adanya suara kokok ayam dari dermaga. Begitu mendengar suara kokok ayam, tanpa ragu-ragu, Lawelle pun menyahut. Tentu saja tindakan Lawelle itu membuat seisi kapal jadi terkejut dan sangat ketakutan. Pertarungan hebat pun terjadi antara Lawelle dan Wa Becce. Mereka beradu kekuatan dan kesaktian, hingga akhirnya badik Lawelle mengenai kulit Wa Becce. Melihat hal itu, Wa Becce tidak merasa khawatir sedikit pun karena dia memiliki penawar luka.
Namun malang nasib Wa Becce. Rupanya dia tidak tahu kalau bekas sayatan badik Lawelle tidak dapat diobati dengan penawar apapun. Wa Becce gugur dalam pertarungan itu. Wa Becce yang selama ini selalu mengambil milik orang lain, akhirnya harus merelakan kerajaannya untuk dia serahkan kepada Lawelle. Tampu kekuasaan pun beralih pada Lawelle.
Atas petunjuk Lamannuke, Lawelle pun berangkat mengarungi lautan. Agar pelayarannya itu berjalan lancar, dia bekerja sebagai awak pada salah satu kapal tujuan Tana Kute. Tentu saja tidak ada orang yang tahu maksud Lawelle, karena kalau mereka tahu, mereka tidak akan mengikutkan Lawelle. Semua orang, terutama pemilik kapal, sangat takut pada Wa Becce. Bahkan, tidak ada kapal yang mau membawa ayam karena takut ayam tersebut akan menyahut jika Wa Becce berkokok seperti ayam.
Setelah berlayar cukup lama, akhirnya kapal yang ditumpangi Lawelle pun tiba di Tana Kute. Lawelle tidak sabar lagi menunggu adanya suara kokok ayam dari dermaga. Begitu mendengar suara kokok ayam, tanpa ragu-ragu, Lawelle pun menyahut. Tentu saja tindakan Lawelle itu membuat seisi kapal jadi terkejut dan sangat ketakutan. Pertarungan hebat pun terjadi antara Lawelle dan Wa Becce. Mereka beradu kekuatan dan kesaktian, hingga akhirnya badik Lawelle mengenai kulit Wa Becce. Melihat hal itu, Wa Becce tidak merasa khawatir sedikit pun karena dia memiliki penawar luka.
Namun malang nasib Wa Becce. Rupanya dia tidak tahu kalau bekas sayatan badik Lawelle tidak dapat diobati dengan penawar apapun. Wa Becce gugur dalam pertarungan itu. Wa Becce yang selama ini selalu mengambil milik orang lain, akhirnya harus merelakan kerajaannya untuk dia serahkan kepada Lawelle. Tampu kekuasaan pun beralih pada Lawelle.
Konon, menurut si empunya cerita dan keyakinan
masyarakat Wajo, Tana Kute yang dimaksud adalah Kerajaan Kutai yang berada di
Kalimantan Timur. Lawelle tinggal memerintah di kerajaan tersebut. Berita
tentang kemenangan Lawelle melawan Wa Becce pun tersebar hingga ke Wajo. Banyak
orang-orang Wajo yang menyusul dan menetap di negeri tersebut dan beranak-cucu
hingga sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar