Jumat, 30 Desember 2016

NENE PAKANDE


 Cerita Rakyat


D. Suhardiman Sunusi

Waktu kita masih kecil, terkadang kita masih mau bermain, tetapi kita selalu  ditakutkan dengan cerita yang di ceritakan oleh orang tua kita dahulu yaitu Nenek Pakande

Nenek Pakande merupakan tokoh dongeng yang melegenda dikalangan masyarakat bugis. Nenek Pakande biasa disebut nenek moyang kita untuk menakuti anak-anak kecil yang sering menangis  " pajani teri engka tu matu nenek pakande"  (berhenti menangis datang nanti nenek pakande),  itulah ucapan yang sering dilontorkan nenek kita ketika ada anak kecil yang sedang menangis.


Nenek pakande dalam dongeng adalah seorang nenek siluman  pemangsa anak kecil. nenek pakande biasa beraksi setelah matahari tenggelam, atau dalam bugis dikenal  Labu Esso. tidak sedikit anak kecil hilang secara misterius, diyakini pada saat itu merupakan korban nenek pakande.


Dikisahkan di sebuah daerah Sulawesi Selatan datanglah seorang nenek yang tersesat dan masuk kewilayah sebuah desa . Dari penampilan, nenek ini hanya orang biasa. Masyarakat yg ramah menerima kedatangan si nenek  tanpa ada rasa curiga satupun tentang siapa nenek tersebut , dengan kebaikan masyarakat diberikanlah sebuah rumah yang sudah tidak terpakai  di ujung desa sebagai tempat tinggalnya

Tetapi sejak  kedatangan nenek di desa tersebut, selalu ada warga yang kehilangan anaknya pada malam hari, peristiwa itu bukan hanya satu kali tetapi berlanjut terus bahkan sampai ke desa tetangga. Kebanyakan anak anak yang hilang adalah anak anak yang keluar bermain pada malam hari. Hal ini tentunya sangat meresahkan masyarakat, utamanya orang tua yang masih mempunyai anak yang masih kecil.

Banyaknya laporan tentang anak yang hilang membuat prihatin para pemangku adat, mereka melakukan tudang sipulung, semua warga di panggil untuk membicarakan masalah ini , hasil dari tudang sipulung diputuskan agar semua orang yang ada ataupun melintasi desa ini harus di awasi gerak geriknya, dibuatlah kelompok peronda malam yang bertugas mengamankan desa tersebut dari masalah  ini. 

Pada suatau malam ketika peronda keliling kampung mereka sampai di depan rumah nenek pakande , mereka melihat ada cahaya yang mencurigakan dari dalam rumah, ketika diintip dari luar ternyata cahaya itu adalah nyala api yang di pakai nenek pakande memasak air, tetapi yang lebih mengejutkan karena disekitar tungku itu berserakan tulang belulang manusia yang berserakan dilantai. Karena takut, para  peronda itu lari melaporkan kepada para pemangku adat di desa tersebut. Setelah menceritakan semua apa yang dilihatnya, pemangku adat mengatakan itulah nenek pakande.

Pada keesokan harinya pemanku adat mengumpulkan masyarakat untuk tudang sipulung yang kedua kalinya, Dalam Tudang Sipulung  tersebut diceritakanlah peristiwa yang dilihat oleh petugas ronda tadi malam, termasuk siapa sebenarnya nenek pakande tersebut. Dari hasil pembicaraandiketahui bahwa   hanya ada satu yang bisa mengalahkan nenek pakande yaitu Raja La Bangkung (Rraja Bangkung merupakan sosok manusia raksasa). Namun para peserta tudang sipulung tidak mengetahui keberadaan Raja La Bangkung. Hal inilah yang membuat masyarakat tambah takut tentang kemanan dirinya apalagi nenek pakande bukan orang biasa tetapi seorang manusia siluman

Dalam kondisi yang tidak menentu, tiba tiba la Beddu angkat bicara. La Beddu mengusulkan dirinya bisa menyamar menjadi Raja La Bangkung, namun orang yang ikut tudang sipulung tersebut meragukan usulan La beddu pasalnya tubuh La Beddu pendek dan kecil.

Tidak ada solusi yang bisa disepakati dalam tudang sipulung tersebut, terpaksa usulan La Beddu diterimah, namun La beddu memiliki beberapa permintaan, yaitu  meminta disediakan bayi  untuk memancing Nenek Pakande, Busa sabun yang banyak, Salaga ( alat garapan padi masyarakat bugis), dan tali yang panjang.

Setelah permintaan La Beddu disediakan, dibawahlah bayi kerumah La La Beddu dan segala permintaannya termasuk beberapa warga yang ditunjuk untuk membantunya , bersembunyilah La beddu di "rakkiang" ( tempat penyimpanan padi masyarakat bugis yang di buat dibawa atap rumah), pada Saat Labu Esso, akhirnya tangisan si bayi terdengar oleh Nenek Pakande, Nenek Pakande pun datang kerumah La beddu untuk memakan si bayi, pada saat ingin memakan si bayi, bersuaralah La beddu dari "rakkiang" 

" Hae nenek pakande janganlah kau memakan bayi itu, itu adalah milikku " teriak La beddu.

" siapa kamu ?" tanya nenek pakande,

" saya  raja La Bangkung" jawab La Beddu

" bohong, raja La bangkung sudah tidak ada" balas nenek pakande

" kalau kau tidak percaya lihat ludah ku "

Maka la Beddupun memerintahkan warga untuk melemparkan busa sabun dari atas  rakkiang, busa sabun pun tertumpah dari atas, nenek pakande pun terkejut, karena ludahnya memang cukup banyak, sebanyak ludah raja La Bangkung, karena merasa belum percaya, nenek pakande, meminta bukti yang lain,

" apa lagi yang bisa membuktikan kalau kau ini raja La Bangkung" teriak nenek pakande. 

Wargapun pun melempar salaga, ini sisir ku teriak la beddu , (sekedar diketahui salaga memang berbetuk seperti sisir, nenek pakande tambah terkejut karena sisir yang diakui raja La Bangkung memang besar, namun nenek pakande mencoba menenangkan diri, dan belum percaya sepenuhnya sehingga meminta bukti kembali,

" apa lagi yang kau miliki" tanya nenek pakande. 

wargapun pun melempar gumpalan tali yang banyak , 

" ini rambutku yang panjang" 

melihat tali yang dikiranya rambut itu, Nenek Pakandepun  lari terbirit birit karena ketakutan, karena dia yakin bahwa yang diatas rakkiang itu betul betul adalah raja labangkung .

Nenek Pakande yg lari ketakutan tergelincir, Kepalanya membentur batu. Walaupun limbung, Nenek Pakande tetap memaksa lari & akhirnya pergi.  

Sebelum meninggalkan desa, Nenek Pakande mengancam berkata

"Saya akan memantau anak kalian di atas sana dengan cahaya rembulan di malam gelap. Suatu saat saya akan kembali memangsa anak-anak  kalian...." 

setelah itu nenek pakande pun tidak pernah muncul, sampai pada saat ini, hanya nama yang sering diucapkan oleh nenek kita.  


Tidak ada komentar: