Cerita Rakyat
D. Suhardiman Sunusi
Waktu kita masih kecil,
terkadang kita masih mau bermain, tetapi kita selalu ditakutkan dengan cerita yang di ceritakan
oleh orang tua kita dahulu yaitu Nenek Pakande
Nenek Pakande merupakan
tokoh dongeng yang melegenda dikalangan masyarakat bugis. Nenek Pakande biasa
disebut nenek moyang kita untuk menakuti anak-anak kecil yang sering menangis " pajani teri engka tu matu nenek pakande" (berhenti
menangis datang nanti nenek pakande), itulah
ucapan yang sering dilontorkan nenek kita ketika ada anak kecil yang sedang
menangis.
Nenek pakande dalam dongeng adalah seorang nenek siluman
pemangsa anak kecil. nenek pakande biasa beraksi setelah matahari tenggelam,
atau dalam bugis dikenal Labu Esso. tidak
sedikit anak kecil hilang secara misterius, diyakini pada saat itu merupakan
korban nenek pakande.
Dikisahkan di sebuah daerah Sulawesi Selatan
datanglah seorang nenek yang tersesat dan masuk kewilayah sebuah desa . Dari
penampilan, nenek ini hanya orang biasa. Masyarakat yg ramah menerima
kedatangan si nenek tanpa ada rasa
curiga satupun tentang siapa nenek tersebut , dengan kebaikan masyarakat
diberikanlah sebuah rumah yang sudah tidak terpakai di ujung desa sebagai tempat tinggalnya
Tetapi sejak
kedatangan nenek di desa tersebut, selalu ada warga yang kehilangan
anaknya pada malam hari, peristiwa itu bukan hanya satu kali tetapi berlanjut
terus bahkan sampai ke desa tetangga. Kebanyakan anak anak yang hilang adalah
anak anak yang keluar bermain pada malam hari. Hal ini tentunya sangat
meresahkan masyarakat, utamanya orang tua yang masih mempunyai anak yang masih
kecil.
Banyaknya laporan tentang anak yang hilang
membuat prihatin para pemangku adat, mereka melakukan tudang sipulung, semua
warga di panggil untuk membicarakan masalah ini , hasil dari tudang sipulung
diputuskan agar semua orang yang ada ataupun melintasi desa ini harus di awasi
gerak geriknya, dibuatlah kelompok peronda malam yang bertugas mengamankan desa
tersebut dari masalah ini.
Pada suatau malam ketika peronda keliling
kampung mereka sampai di depan rumah nenek pakande , mereka melihat ada cahaya
yang mencurigakan dari dalam rumah, ketika diintip dari luar ternyata cahaya
itu adalah nyala api yang di pakai nenek pakande memasak air, tetapi yang lebih
mengejutkan karena disekitar tungku itu berserakan tulang belulang manusia yang
berserakan dilantai. Karena takut, para
peronda itu lari melaporkan kepada para pemangku adat di desa tersebut.
Setelah menceritakan semua apa yang dilihatnya, pemangku adat mengatakan itulah
nenek pakande.
Pada keesokan harinya pemanku
adat mengumpulkan masyarakat untuk tudang sipulung yang kedua kalinya, Dalam Tudang Sipulung tersebut diceritakanlah peristiwa yang
dilihat oleh petugas ronda tadi malam, termasuk siapa sebenarnya nenek pakande
tersebut. Dari hasil pembicaraandiketahui bahwa hanya ada satu
yang bisa mengalahkan nenek pakande yaitu Raja La
Bangkung (Rraja Bangkung merupakan sosok manusia raksasa). Namun
para peserta tudang sipulung tidak mengetahui keberadaan Raja La Bangkung. Hal
inilah yang membuat masyarakat tambah takut tentang kemanan dirinya apalagi
nenek pakande bukan orang biasa tetapi seorang manusia siluman
Dalam kondisi yang tidak
menentu, tiba tiba la Beddu angkat bicara. La Beddu mengusulkan dirinya bisa
menyamar menjadi Raja La Bangkung, namun orang yang ikut tudang sipulung
tersebut meragukan usulan La beddu pasalnya tubuh La Beddu pendek dan kecil.
Tidak ada solusi yang bisa disepakati dalam tudang sipulung tersebut, terpaksa usulan La Beddu diterimah, namun La beddu memiliki beberapa permintaan, yaitu meminta disediakan bayi untuk memancing Nenek Pakande, Busa sabun yang banyak, Salaga ( alat garapan padi masyarakat bugis), dan tali yang panjang.
Setelah permintaan La
Beddu disediakan, dibawahlah bayi kerumah La La Beddu dan segala permintaannya
termasuk beberapa warga yang ditunjuk untuk membantunya , bersembunyilah La
beddu di "rakkiang" ( tempat penyimpanan padi
masyarakat bugis yang di buat dibawa atap rumah), pada Saat Labu Esso, akhirnya tangisan si bayi terdengar oleh
Nenek Pakande, Nenek Pakande pun datang kerumah La beddu untuk memakan si bayi,
pada saat ingin memakan si bayi, bersuaralah La beddu dari "rakkiang"
" Hae nenek pakande janganlah kau memakan bayi itu, itu adalah milikku " teriak La beddu.
" Hae nenek pakande janganlah kau memakan bayi itu, itu adalah milikku " teriak La beddu.
" siapa kamu ?" tanya nenek pakande,
" saya raja La
Bangkung" jawab La Beddu
" bohong, raja La
bangkung sudah tidak ada" balas nenek pakande
" kalau kau tidak
percaya lihat ludah ku "
Maka la Beddupun memerintahkan
warga untuk melemparkan busa sabun dari atas
rakkiang, busa sabun pun tertumpah dari atas, nenek pakande pun
terkejut, karena ludahnya memang cukup banyak, sebanyak ludah raja La Bangkung,
karena merasa belum percaya, nenek pakande, meminta bukti yang lain,
" apa lagi yang bisa
membuktikan kalau kau ini raja La Bangkung" teriak nenek pakande.
Wargapun
pun melempar salaga, ini sisir ku teriak la
beddu , (sekedar diketahui salaga memang berbetuk seperti sisir, nenek pakande
tambah terkejut karena sisir yang diakui raja La Bangkung memang besar, namun
nenek pakande mencoba menenangkan diri, dan belum percaya sepenuhnya sehingga
meminta bukti kembali,
" apa lagi yang kau
miliki" tanya nenek pakande.
wargapun pun melempar gumpalan tali yang banyak
,
" ini rambutku yang panjang"
melihat tali yang dikiranya rambut
itu, Nenek
Pakandepun lari terbirit birit karena
ketakutan, karena dia yakin bahwa yang diatas rakkiang itu betul betul adalah
raja labangkung .
Nenek Pakande yg lari ketakutan tergelincir, Kepalanya
membentur batu. Walaupun limbung, Nenek Pakande tetap memaksa lari &
akhirnya pergi.
Sebelum meninggalkan desa, Nenek Pakande
mengancam berkata
"Saya akan memantau anak kalian di atas
sana dengan cahaya rembulan di malam gelap. Suatu saat saya akan kembali
memangsa anak-anak kalian...."
setelah itu nenek pakande
pun tidak pernah muncul, sampai pada saat ini, hanya nama yang sering diucapkan
oleh nenek kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar