Kisah Sangiangserri
D. Suhardiman Sunusi
Sebuah mitos mengenai We Oddangriu puteri Batara
Guru yang setelah meninggalnya, menjelma menjadi Dewi Padi (Sangiangserri),
Meong Palo Karellae adalah penjelmaan dari ibu
susuan (Inannyumparenna) We Oddangriu. Kisah ini menceriteratakan pengembaraan
Sangiangserri dan pengikutnya ke beberapa negeri Bugis untuk mencari manusia
yang berbudi baik dan berlaku sopan santun
Meong Palo Karellae yang artinya kucing loreng
ke merah-merahan apabila kucing tersebut dilihat dari depan maka warna yang
dominan adalah hitam keloreng-lorengan, sebaliknya apabila dipandang dari
samping maka kucing itu kelihatan berwarna merah keloreng-lorengan. Sehingga
sampai saat ini di kalangan masyarakat Bugis bahwa kucing yang mempunyai warna
merah atau hitam keloreng-lorengan dianggap mempunyai aspek kedewataan, karena
itu ia harus diperlakukan sebagai makhluk yang sakral dan keramat.
Kesimpulan dari cerita ini adalah bagaimana
pengembaraan sangiangserri bersama meong palo karellae yang merupakan
pengawalnya di bumi yang mendapatkan perlakuan yang tidak terpuji dan
penyiksaan dari manusia, yang akhirnya mendapatkan pembalasan atas perbuatannya
Berikut bahasa yang di ucapkan OpU Batara Luwu
ketika akan melakukan penghukuman kepada manusia di bumi
:”Lebih baik kita turunkan sekarang angin ribut
kebencian, dan dimusnahkan Maiwa, dan dipindahkan semua reruntuhan negeri di
dunia, orang bumi yang durhaka, sampai kepada yang tidak mengenal keturunan I
La Patoto di atas di Ruwang Lette”
Pembacaan Kisah Meong Palo KarellaE, biasanya di
adakan pada upacara upacara tertentu , antara lain :
Upacara Mappalili,
Upacara Maddoja Bine
Upacara Mappaddendang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar