D.Suhardiman Sunusi
Ada sejumlah 12 orang Matoa sampai dengan
mengalami perubahan nama menjadi "Kapitan Wajo".
Adanya "District Wadjo" di "
Gemeente Makassar", kedudukanx tidak lebih dari sebuah " imperium
kecil" yang pendudukx adalah sebagian besar terdiri dari kaum "migran
Wajo" yang meninggalkan negerinya setelah jatuhnya Tosara, ibukota
Kerajaan Wajo, ke tangan VOC pada tahun 1670.
Di Makassarlah kaum migran Wajo itu
merekonstruksi masyarakatx untuk menumbuhkan dan melestarikan tatanan
politik-ekonomi-sosial-kulturalnya sebagaimana yang diwarisinya itu.
Mereka diberikan tempat di sebeJah utara
perkampungan orang Melayu, yaitu di pinggir Canira sampai Ujung Tanah.
Di dalam lingkungan perkampungan yang baru
itulah mereka pelihara kelanjutan adat-istiadanya.
Karena mereka pandai dan cekatan dalam usaha
maka mereka pun menjadi penduduk Makassar yang terkemuka, kaya dan dihormati.
Karena Makin banyaknya orang Wajo yang menetap
di Makassar, maka mereka pun mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai
kepala yang dapat memimpin mereka ke arah kemaslahatan bersama. Kepala orang
Wajo di Makassar itu disebut oleh mereka 'Matoa'.
Ada sejumlah 12 orang Matoa sampai dengan
mengalami perubahan nama menjadi "Kapitan Wajo".
Di antara sekian itu tersebutIah seorang pemikir
hukum dan ekonomi bernama Ammana Gappa, yaitu "Matoa Wajo ke-3",
tersohor karena karya abadi " Allopiloping Bicaranna Pabalue"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar