Cerita
rakyat bugis tentang asal mula
Asogireng
ri Wajo
Awaraningeng
ri Bone
Amaccangeng
ri Soppeng
Dahulu
kala ada seorang anak raja yang sedang memerintah, namanya La Padoma, seseorang
anak tunggal, anak remaja yang gagah perkasa. Ia dijodohkan dengan I
Mangkawani, seorang gadis yang sangat elok parasnya, tiada taranya di bawah
kolong langit ini.
Pada
waktu La Padoma sudah dijodohkan itu, dibawahlah sirih pinang dan barang-barang
lainnya yang sudah disepakati bersama di hadapan para pembesar dan disaksikan
oleh Dewata.
Tujuh
hari sesudah perjodohan mereka itu, tibalah undangan dari Datu Pattuku, sepupu La
Padoma, untuk pergi menyabung. La Padoma meminta izin kepada ibunya. Ia
diizinkan tetapi ibunya memperingati supaya ia berhati-hati karena orang sedang
bertunangan biasanya berada dalam keadaan rawan.
Berangkatlah
La Padoma pergi ke hulu.
Setelah
sampai dan bermalam semalam, barulah gelanggang penyabungan dimulai.
Disabunglah ayam La Padoma melawan ayam Datu Pattuku.
Pada
saat ayam sedang berlaga, saudara perempuan Datu Patukku menjenguk di jendela.
Ketika La Padoma bangkit, berjumpa pandanglah keduanya. Akhirnya La Padoma
tidak menghiraukan ayamnya lagi melainkan perempuan itulah yang diperhatikannya
terus. Melihat hal yang demikian, maka kata Datu Patukku berkata :
.”jika
adik ada hasrat beristri, kembalilah dahulu lalu mengirim duta. Kalau orang
Kahu menolak, nanti kitalah yang mengikat janji.”
Hal
itu tidak dihiraukan La Padoma, maka kalahlah ayamnya.
Setelah
penyabungan usai, La Padoma memohon kepada sepupunya agar ia diperkenankan
menginap di istana. Permintaanya itu dikabulkan.
Pada
waktu larut malam,timbullah niat jahatnya. Ia masuk ke bilik saudara perempuan
Datu Pattuku. Hal ini terlihat oleh Datu karena La Padoma mempunyai panau yang
seperti bersinar di dalam gelap. Ditegurlah ia dan diingatkan apa yang sudah
disampaikan kepadanya di dalam gelanggang siang tadi. Tetapi La Padoma tidak
menghiraukan . maka ditunggulah ia di depan bilik itu. Ketika ia hendak keluar
pada waktu dini hari, ditikamlah ia dengan keris pusaka kerajaan Kahu. Ia pun
balik menikam, tetapi tidak mengena, yang kena ialah genderang kerajaan Kahu,
yang lalu mendengung tanpa dipukul selama tiga tahun. Sesudah itu La Padoma pun
rebah dan menghembuskan napasnya yang terakhir.
Datu
Pattuku lalu mengirim utusan untuk menyampaikan kepada masyarakat Bone tentang
kematian La Padoma.. Setelah perutusan itu sampai di hadapan raja Bone,
berdatang sembahlah ia, katanya,
"
Mohon dimpun Tuanku, La Padoma tiada ada, mati ditikam oleh Datu Mattuku,
"
Raja
Bone tidak percaya, katanya,
“
Apa gerangan yang dijadikan ia sampai mati demikian. Sebab Datu Pattuku itu
dapat dikatakan anak saya.”
Setelah
jenazah sampai di depan istana, barulah ia percaya.
Melihat
kejadian itu raja Bone berkata, siapakah diantara sanak keluargaku yang akan
membalaskan kematian La Padoma itu.” Mendengar berita itu Datu Soppeng yang
merupakan sepupu La Padoma dari pihak lain menyatakan kesediaannya.
Ia
pun berangkat ke Kahu. Kebetulan sekali pada waktu dia tiba didepan istana,
Datu Pattuku turun dari tangga. Datu Soppeng langsung menombaknya. Tepat
mengenai dada lalu rubuhlah Datu Pattuku ke tanah. Pulanglah Datu Soppeng ke
Bone menyampaikan berita itu kepada Mangkauk. Raja Bone menyuruh kabarkan
tentang kematian La Padoma kepada tunangannya, I Mangkawani.
Setelah
sampai perutusan itu dan menyampaikan apa yang disuruhkan kepadanya, la Mangkawanipun
bersama keluarganya diliputi oleh perasaan sedih, mengingat pertunangan mereka
baru saja seminggu. Harta bendanya ada yang dibuang atau diberikan kepada orang
lain karena terlalu sedih dan malu menjadi janda sebelum kawin.
Dalam
itu seorang di antara keluarga I Mangkawani yang menyarankan agar ia pergi saja
berlayar ke negeri lain untuk membuang malu dan duka. Dibuatkanlah perahu dan
dipersiapkan barang-barangnya yang masih tersisa, lalu berlayarlah I Mangkawani.
Sewaktu
sampai dipelabuhan Bone, di dapatinya rakyat Bone sedang berkumpul. Bermohonlah
mereka kepada I Mangkawani, seraya berkata,
”
karena engkau hendak membuang segala yang ada padamu, maka kami memohon kiranya
kami diberi keberanian.”
Sesudah
itu I Mangkawani berlayar lagi. Sampailah ia di pelabuhan Wajo. Di dapatnya
disana orang Wajo sedang berkumpul. Karena mengetahui maksud I Mangkawani
hendak membuang segala hartanya, maka mereka pun meminta kekayaan.
Kemudian
berlayar lagi, sampailah ia di Soppeng. Diddapatnya disana orang Soppeng meminta
kepintaran kepada I Mangkawani.
Itulah
sebabnya kata orang dulu, orang Bone itu berani, orang Wajo kaya, dan sebagian
orang Soppeng pintar.
Disadur
dari tulisan HMJ sastra Universitas Hasanuddin
Illustrasi
Matoa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar