Kisah
Pemberontakan Akkarungeng Wage, Ugi, Sompe dan Canru terhadap Kerajaan Wajo di
bawah pimpinan To Ali.
La
pakkalongi To Alirungngi atau biasa di panggil dengan To Ali diangkat menjadi
Arung Matoa Wajo ke XV menggantikan To Appakiu sekitar Tahun 1621.
Beliau
mempunyai seorang putri yang bernama I Dassauleng yang menjabat sebagai Arung
Ugi, I Dassauleng menikah dengan raja Bone yang bernama La Maddaremmeng , yang
melahirkan anak bernama La Pakokkoe To Angkone Arung Timurung Ranreng Tua ,
ayah dari La Patau matinroE ri Naga Uleng
Setelah
diangkat menjadi Arung Matoa Wajo , beliau memerintahkan untuk membangun sebuah
mesjid Raya di Wajo , yang diresmikan secara besar besaran karena dihadiri Raja
Gowa, Raja Tallo , Raja Bone Dan Raja Soppeng, beliau memang terkenal mempunyai
hubungan yang baik dengan raja raja di Sulawesi Selatan
Namun
sayang dalam kepemimpinan beliau selama 5 Tahun masyarakat Wajo selalu
mengalami gagal Panen, sehingga menimbulkan kelaparan dalam wilayah kerajaan
Atas permufakatan Masyarakat Wajo,
sekitar tahun 1626 beliau diberhentikan dari jabatan Arung Matoa Wajo
Pemberhentian
Beliau adalah untuk menyelamatkan Masyarakat Wajo dari malapetaka kelaparan
yang pada waktu menimpa dalam wilayah kerajaan, dan yang menggantikannya adalah
Topasaunge yang diangkat jadi Arung Matoa Wajo ke XVI ,
To
Pasaunge berusaha keras untuk mengembalikan kondisi daerah yang sedang
menderita tersebut , dan selama menjabat Arung Matoa Wajo beliau telah berhasil
melakukan perbaikan di dalam wilayah kerajaan dengan menstabilkan kondisi yang
selama ini gagal panen
Setelah
kurang lebih 3 tahun lamanya memerintah Tp Pasaunge mengundurkan diri dari
jabatan Arung Matoa Wajo, dan untuk kedua kalinya To Ali diangkat kembali Jadi
Arung Matoa Wajo Ke XVII. Beliaulah satu satunya yang dua kali menjabat sebagai
Arung Matoa Wajo
Memasuki
tahun ke delapan masa pemerintahannya sebagai Arung Matoa Wajo, terjadi
perselisihan antara Arung Matoa Wajo dengan Arung Bettempola yang pada waktu
itu di jabat oleh La Sekkati To Palettei , perselisihan itu diakibatkan oleh
satu hal
Petta
Ennengnge berusaha untuk menasehati To Ali, tapi beliau tak mau mengindahkannya
, sehingga dengan kondisi seperti itu akhirnya pada tahun 1636 dicapailah
sebuah kemufakatan untuk memecat kedua kalinya To Ali dari jabatannya sebagai
Arung Matoa Wajo.
Setelah
pemecatannya sebagai Arung Matoa Wajo , beliau pergi tinggal di Ugi, beliau
menyusun kekuatan bersama kerajaan kerajaan yang ada dalam wilayah Patampanua
yaitu , Ugi, Wage, Sompe, dan Canru.
Setelah
merasa kekuatannya sudah siap, pasukan empat kerajaan tersebut mengangkat
senjata untuk melawan Kerajaan Wajo yang merupakan Kerajaan Induknya.
Perangpun
tak dapat dihindarkan, pertempuran berlangsung sangat sengit, Pasukan kerajaan
Wajo yang merupakan pasukan terlatih menyerbu masuk di wilayah Patampanua.
wilayah kerajaan yang dijadikan arena pertempuran semuanya luder dibakar oleh
Pasukan Wajo , api berkobar di mana mana yang membuat langit kelihatan membara
dari kejauhan
Akhirnya
perangpun berakhir dengan kekalahan di Pihak To Ali. Keempat kerajaan langsung
menyerah kalah kepada pasukan kerajaan Wajo
Kekalahan
itu membuat To Ali menyingkir dan akhirnya menetap di wilayah Cenrana Bone ,
sehingga ketika beliau meninggal dianugerahi gelar MatinroE ri Cenrana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar